Tantangan Negarawan Muda Indonesia:Menatap MDGs dalam Ancaman Alienasi Nilai Moral dan Karakter Bangsa

oleh : Evi Baiturohmah

Pergulatan Bangsa Pra dan Pasca Reformasi

Anggapan Indonesia sebagai negara yang miskin, bodoh dan tertinggal dalam konteks pemerataan sumber daya manusia tidak bisa mutlak disalahkan. Hasil kerja paksa dan pembodohan berlapis di tingkat gurem hingga kakap tidak pelak tersumbatnya pengetahuan menghidupi pemikiran rakyat. Hal itu sejalan dalam menyumbang kelambatan proses pembangunan Indonesia walaupun akhirnya mendeklarasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Meskipun demikian, deklarasi proklamasi yang diucapkan Soekarno pada saat itu juga merupakan bukti paling nyata akan sebuah harapan dan revolusi pemikiran yang tumbuh pesat yang terjadi di Indonesia. Pemikir- pemikir bangsa sejak jaman penjajahan telah muncul dan menyemai kader secara pasti dan berkala. Pemikir- pemikir bangsa merumuskan kebijakan- kebijakan, melakukan pergerakan yang masif menggalang persatuan dari Sabang hingga ke Merauke dan bahkan dari negeri seberang ikut menjadi pahlawan- pahlawan di medan dialektika maupun dunia nyata dalam mewujudkan kemerdekaan. Mewujudkan sebuah bangsa yang merdeka, berdaulat adil dan makmur.

Dalam memaknai pergulatan sejarah bangsa, Soekarno telah meletakkan dasar nasionalisme yang tinggi dengan filosofi Marhaenismenya. Kegigihan Soekarno dalam mewujudkan kemandirian bangsa secara total yang dimulai dengan tegaknya fondasi ekonomi rupanya belum mampu berdiri dengan benar. Menolak investasi asing, Indonesia mengalami hiperinflasi yang menyebabkan turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemeritah.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kemandirian sebuah bangsa tidak terlepas dari kemandirian ekonomi yang menjadi salah satu faktor terpenting pembangunan negara dalam mencapai tujuannya. Mengutip ucapan profesor Radius Prawiro dalam menggambarkan usaha Indonesia dalam mengatasi hiperinflasi di era 1960-an yakni stabilisasi tanpa pertumbuhan ekonomi berarti menyelesaikan perlombaan di Olimpiade sebagai nomer empat- tidak ada medali, tidak ada parade, hanya prestasi gemilang yang berakhir dengan ketidak tenaran (Prawiro, 35:1998). Pada saat itu, ekonom Indonesia membua formula yang kemudian oleh sebagian orang dicibir karena melakukan stabilisasi sekaligus menumbuhkan atmosfer ekonomi yang positif. Analogi ini cukup menarik dan tepat dalam menggambarkan hipertransformasi yang sedang melanda Indonesia saat ini.

Pasca Reformasi, secara cepat Indonesia telah mengalami perubahan yag sangat signifikan dalam seluruh aspek kehidupan; Ekonomi, Sosial, Budaya, dan Pendidikan. Efek kapitalisme dan globalisasi tidak dapat terhindarkan dengan posisi Indonesia yang semakin terbuka terhadap akses global. Ambivalensi materialisme kini mulai menggerus budaya lokal dan menampilkan budaya populer yang merupakan produk kapitalis. Salah satu keterbukaan Indonesia dengan akses global adalah komitmen Indonesia sebagai anggota PBB untuk menjalankan target Millineum Development Goals (MDGs).

MDGs yang merupakan singkatan populer dari Millenium Development Goals yang merupakan pakta persetujuan kepala negara seluruh dunia yang lahir dari Konferensi Tingkat Tinggi Milenium di New York pada tahun 2002.  Dari sekian tujuan yang ingin dicapai oleh PBB dan lembaga di seluruh dunia adalah mengurangi kemiskinan ekstrim yang dijabarkan dalam 8 rincian yang meliputi pengurangan kemiskinan dan kelaparan, pendidikan universal, kesetaraan gender, kesehatan anak, kesehatan ibu, penanggulangan HIV/AIDS, kelestarian lingkungan dan kemitraan global. Dari kedelapan poin ini, negara anggota PBB termasuk Indonesia wajib menjalankan program- program yang dibuat dalam rangka mencapai tujuan dari MDGs. MDGs dapat diartikan sebagai tantangan bagi Indonesia dalam membangun kestabilan nasional dan pengentasan kemiskinan menuju Indonesia makmur. Perspektif dalam memandang MDGs bisa ditarik dari wilayah nasionalisme dan juga citra bangsa di mata internasional. MDGs secara langsung merupakan program terstruktur dengan batas- batas waktu yang telah disepakati bersama dan diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam perspektif nasionalisme, MDGs adalah salah satu pemicu pemerintah dalam menyempitkan fokus permasalahan yang akan ditangani dalam jangka waktu 15 tahun sejak penandatangan persetujuan tersebut. Dengan mematuhi progam yang dicanangkan MDGs maka pemerintah Indonesia secara langsung mengatasi beberapa permasalah internal bangsa. Di sisi lain, citra Indonesia di dunia internasional juga dipertaruhkan dalam komitmen dalam pelaksanaan program yang merupakan agenda bersama negara di seluruh dunia ini.

Mencermati ke-8 poin MDGs diatas, ada satu hal yang sangat vital yang (mungkin) dialeniasikan/ dimarginalkan atau dengan pertimbangan lain tidak dimasukkan menjadi poin mendesak yang harus dilaksanakan dalam tahun- tahun terdekat ini. Character and Moral Value.  Kedelapan poin diatas memang merupakan poin krusial yang mendesak untuk diselesaikan, akan tetapi kurangnya pemahaman tentang pentingnya karakter dan nilai moral dapat menjadi hambatan yang serius dalam menjalankan program pengentasan kemisikinan dan permasalahan lainnya secara global. Pemerintah dapat dikatakan berjalan dengan sebelah kaki ketika meninggalkan poin ini. Pentingnya karakter bangsa dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara harus menjadi salah satu bahasan yang konstruktif. Korupsi, keserakahan, pembangunan yang tidak merata dan konfik antar suku masih hidup dan bahkan semakin marak pasca reformasi merupakan fakta lapangan yang membutuhkan komitmen pemerintah bukan hanya dari program diatas kertas melainkan dengan pendekatan yang paling tepat dengan berlandaskan karakter bangsa dan nilai moral yang berkembang di masyarakat.

Pertanyaan besar muncul, setelah beramanat pada sistem demokrasi apakah Indonesia sekarang sedang dalam track yang benar untuk mewujudkan tujuan bangsa atau malah melenceng jauh demi mengejar kemapanan ekonomi (materialisme). Reformasi 1998 tidak menurunkan jumlah korupsi, permasalahan semakin kompleks, serta gempuran budaya dan pergeseran sosial terjadi secara masif bahkan tergolong berbahaya. Disinilah letak permasalahan bahwa semangat bernegara sekarang tergadai oleh kepentingan, kuasa dan tentu saja uang. Menghadapi tantangan global, termasuk MDGs, Indonesi butuh bangkit mestabilisasi keadaan dan membangun pertumbuhan bangsa menuju tujuan negara seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.  Kebangkitan Indonesia dilaksanakan oleh generasi yang mempunyai semangat berbangsa dan bernegara yang kuat, berani dan tentu saja berkarakter.

Negarawan, Karakter Bangsa dan Nilai Moral

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia negarawan adalah ahli dalam kenegaraan, ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan), pemimpin politik yang taat asas, menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan.

Dari arti harfiah kita bisa memaknai bahwa negarawan adalah pemikir yang visioner dalam mengelola permasalah kenegaraan dengan karakter yang kuat sehingga kebijakan yang diambil merupakan kebijakan yang mulia dan berasaskan manfaat bagi seluruh kepentingan bangsa dan negara. Negarawan adalah orang yang berpikir secara luas dan mampu mengambil kebajikan lokal (local wisdom) sebagai salah satu pondasi kuat dalam menjalankan pembangunan bangsa. Bahasan mengenai negarawan menjadi penting mengingat betapa banyak pihak yang menduduki jabatan politis dan strategis kemudian menyalah-gunakan posisi mereka untuk mencapai kemakmuran pribadi dan golongan dan mengorbankan amanat rakyat. Rakyat yang terjerat kini mulai kehilangan kedaulatannya. Negara yang dicap sebagai penganut demokrasi pancasilais ini semakin tidak menginjak pada ideologi kehidupan bernegara. Demokrasi yang merupakan manifestasi kedaulatan rakyat yang dipegang oleh wakil di dewan rakyat sekarang melenceng dari dasar utama pijakan filosofisnya. Kedaulatan rakyat yang terwakilkan dalam Pemilihan Umum kini semakin dicekik dengan penerapan Parliamentary Treshold (PT) atau ambang batas suara 3.5 persen yang diberlakukan secara nasional dari DPR, DPD hingga DPRD. Penetapan ambang batas ini merupakan salah satu saja proses pematian landasan filosofi demokrasi di Indonesia. Dalam konteks menyelengarakan negara dengan ideologi pancasilais, musyawarah sekarang menjadi cara yang pilihan pertama dan utama tapi seringkali menjadi pilihan terakhir. Hal ini terbukti dengan banyaknya kebijakan yang merupakan hasil pemungutan suara. Jelaslah indikasi fenomena ini bahwa nilai- nilai kebersamaan kini tergerus oleh nilai golongan dan pribadi. Melihat peta politik dan bernegara yang semakin runyam, muncullah wacana tentang negarawan. Negarawan tidak dapat secara sempit kita artikan sebagai pemikir yang menuangkan gagasan dalam lembaran kertas saja, melainkan juga mereka para pelaku kebijakan yang memiliki pemikiran dan ideologi yang mumpuni dalam menjalankan amanat rakyat. Indonesia membutuhkan karakter pemimpin yang bukan hanya berideologi melalui partai politik yang menaungi karirnya akan tetapi yang mempunyai visi besar dalam membangun Indonesia dalam mencapai tujuannya.

Karakter merupakan kumpulan dari tingkah laku baik dari seorang manusia (Sadewo, 13). Negarawan adalah pemimpin yang berkarakter. Erie Sudewo dalam bukunya Character Building menuliskan bahwa karakter dapat dibagi menjadi karakter pokok dan karakter pilihan. Karakter pokok dibedakan menjadi karakter dasar, karakter unggul dan karakter pemimpin. Karakter- karakter tersebut mencakup egois, jujur, disiplin, ikhlas, sabar, bersyukur, bertanggungjawab, berkorban, perbaiki diri, sungguh- sungguh, adil, arif, bijaksana, ksatria, tawadhu, sederhana, visioner, solutif, komunikatif, dan inspiratif. Negarawan yang berkarakter inilah yang kemudian akan menjawab tantangan bangsa Indonesia kedepan. Tantangan dalam menatap MDGs dan manuver perubahan menuju tatanan ideal sebuah pemerintahan.

Karakter bangsa dapat dikatakan sebagai karakter yang dimiliki oleh suatu bangsa yang dapat dilihat dari refleksi kehidupan sehari- hari. Karakter bangsa Indonesia merupakan kumpulan karakter manusia ketimuran yang mempunyai nilai khas masing- masing suku/ budaya yang kemudia terejawantahkan dalam satu kesatuan NKRI. Bhineka Tunggal Ika. Berbeda- beda tetapi tetap satu jua. Karakter inilah yang kemudian menjadi modal bagi para pemuda untuk menjadi negarawan yang mumpuni dalam menyusun solusi permasalahan bangsa.

`         Selain karakter bangsa, nilai moral yang hidup dan berkembang dalam masyarakat juga menjadi satu perhatian khusus. Acap kali berbagai wacana yang menggambarkan adanya megatransformasi kebudayaan dan nilai- nilai yang berlaku dalam masyarakat gagal memetakan bagaiman sesungguhnya ia bisa dijaga dan harus diimplementasikan dalam kehidupan bangsa dan negara. Ekses budaya global (popular culture) memang berpengaruh signifikan terhadap bergesernya nilai- nilai dan tatanan masyarakat. Merosotnya kebersamaan, asas gotong royong dan naiknya ego pribadi dan kedaerahan menjadi masalah yang timbul karena filtrasi budaya yang gagal menyesuaikan budaya pendatang dengan budaya asli. Gagalnya filtrasi tersebut membuat norma dan nilai moral di masyarakat bergeser dan menuju arah yang berlawanan. Oleh karena itu, nilai moral yang ada dalam masyarakat haruslah dijaga dan dipreservasi atas fungsinya sebagai pengikat masyarakat komunal yang berada dalam haluan ideologi negara. Serbuan kepentingan asing dan ancaman internal yang intens akan sangat mudah menggoyahkan stabilitas dan bahkan membawa negara menjauh dari tujuan hakikinya.

MDGs dan Marginalisasi Nilai Moral dan Karakter

Sejak tahun 2002 digulirkan dalam KTT di New York, telah terjadi beberapa kali pertemuan tingkat dunia yang membahas MDGs yakni pada September 2005 dalam KTT Dunia, September 2008 dan September 2010 dalam review khusus membahas keberjalanan program MDGs. Hal ini menunjukkan ada komitmen yang tinggi dari penduduk dunia untuk bersama- sama memerangi kemiskinan dan mencapai kesejahteraan bersama dalam berbagai aspek kehidupan. Ada 8 poin MDGs yakni 1) Eradicate extreme poverty and hunger 2) Achieve universal primary education 3) Promote gender equality and woman empowerment 4) Reduce child mortality 5) Improve materinal health 6) Combat HIV/AIDS, malaria and other diseases 7) Ensure Environmental Sustainability dan 8) Develop global partnership for development. Kedelapan poin diatas dinilai pokok- pokok tujuan yang paling mendesak yang perlu segera ditindaklanjuti oleh warga dunia.

MDGs tidak menyebut secara rinci tentang pembentukan karakter atau preservasi nilai- nilai moral yang ada di masyarakat. Meskipun tidak disebut secara rinci dalam 8 poin yang tertuang, keberadaan nilai moral dan karakter memegang nilai yang sangat penting dalam pencapaian target yang telah ditetapkan. MDGs mereduksi nilai akan pentingnya penduduk dunia untuk kembali kepada karakter bangsa yang unik dan nilai moral yang luhur. Perang dan segala permasalahan yang ingin diselesaikan oleh seluruh penduduk dunia tidak akan tercapai jika pelaku/ pemerintah/ negara tidak berhasil mengeksplorasi karakter bangsa mereka sendiri. Meski mendesak, akan tetapi permasalahan dunia yang tercantum diatas terlihat terlalu  bersifat fisik dan melupakan esensi filosofis tatanan kehidupan bermasyarakat. Materialisme, meskipun tidak bisa disalahkan sebagai penyebab satu- satunya pergeseran nilai- nilai di masyarakat, merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pergeseran nilai ke arah konsumerisme buta dan penggerusan nilai kebersamaan.

Delapan poin MDGs tidak dapat dipungkiri juga merupakan hasil pemikiran yang matang oleh seluruh komponen pemangku kebijakan trans nasional dan tentu saja mewakili keresahan universal. Tanpa mengurangi komitmen dalam menjalankan target- target MDGs, perlu sebuah kesadaran kolektif akan pentingnya landasan filosofis masyarakat yakni karakter dan nilai moral yang luhur.

Tantangan Menyelamatkan Indonesia

Menghadapi tantangan global, perumusan kebijakan yang strategis dan pro rakyat serta  peningkatan kualitas sumber daya  manusia berbasis kearifan lokal adalah mutlak dibutuhkan. Ambivalensi dalam memaknai MDGs secara khusus maupun menngembalikan titah pergerakan dan pembangunan bangsa layaknya harus disikapi dengan bijak. Sebuah sinergi dan kaderisasi akan negarawan muda yang mumpuni harus berlanjut.

Menyelematkan Indonesia membutuhkan kerja keras luar biasa. Sebagai negara berkembang yang diprediksi bakal menduduki peringkat lima ekonomi dunia pada tahun 2020, pemerintah harus kerja keras untuk menstabilkan kuasa nasional maupun internasional. Tantangan liberalisme dan konflik konservatif masih menjadi masalah yang rumit untuk diselesaikan. Tantangan itulah yang menjadi pekerjaan bagi negarawan- negarawan muda. Indonesia membutuhkan negarawan muda yang mempunyai semangat nasionalisme dan sekaligus pikiran yang terbuka terhadap perkembangan jaman. Mewujudkan Indonesia yang ideal yang memberikan kesejahteraan pada seluruh rakyat sekaligus menjadi bagian dari penduduk dunia yang saling berpadu mewujudkan kemitraan global menyongsong perdamaian universal tentu tidak  mudah. Pemuda harus menjadi negarawan yang mempunyai visi yang strategis dalam membangun sebuah sistem perbaikan dan perubahan berkala dalam skala nasional maupun internasional.

Permasalahan bangsa seperti korupsi, konflik antar suku/ agama, kelaparan, kemiskinan dan degradasi moral membutuhkan proses dalam upaya penyelesaiannya dan membutuhkan sinergi dari seluruh elemen bangsa. Adalah pemuda yang menjadi salah satu motor penggerak untuk mewujudkan perubahan. Bukan sembarang pemuda melainkan pemuda negarawan yang berkarakter; negarawan yang mampu bertindak lokal dan berpikir global  maupun negarawan yang memberi kontribusi langsung maupun strategi.

Kesimpulannya, MDGs sebagai salah satu tantangan bagi bangsa Indonesia harus mampu disikapi secara bijak dan strategis. Ancaman alienasi karakter bangsa dan nilai moral yang terwujud dalam hilangnya  border line antar negara secara kultural dan masifnya ekses budaya global harus menjadi perhatian tersendiri. Tantangan ini harus dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam bentuk kepemipinan dan kehidupan kenegaraan oleh para negarawan yang berkarakter. Hanya dengan kepemimpinan seorang yang berpikir secara luas dan bijaklah arah bangsa ini akan menemukan titik balik kemerdekaan dan tujuan berbangsa yang sebenarnya. Hilangnya karakter dan penggerusan nilai moral di masyarakat ditambah meningkatnya tensi hubungan global akan membawa bangsa ini menjadi bangsa yang kehilangan jati diri dan kekuatan yang besar. Kelaparan, kemiskinan, kesehatan dan berbagai permasalahan bangsa adalah sama bahayanya dengan bangsa yang tidak berkarakter. Bangsa yang tidak mempunyai karakter dan negarawan berkarakter tidak akan mampu membawa bangsa Indonesia menuju tujuan kemerdekaan hakikinya. Dia lepas teramuk badai globalisasi.

* Baktinusa UNS

 

 

 

 

By baktinusaugm Dikirimkan di Opini

METAMORPHOSA:“Dari Hati, Pantaskan Diri, Berbakti Untuk Negeri”

Oleh: Agus Sholikin*

 Anda bisa mencintai seseorang tanpa memimpinnya, akan tetapi anda tidak akan bisa memimpin seseorang tanpa mencintainya…

( ridwansyah yusuf achmad )

 

Orang bilang jatuh cinta hanya miliknya anak muda. Yang muda yang jatuh cinta. Dan apapun segala ungkapan dan perkataaan yang menisbatkan pemuda adalah yang layak untuk menikmati gelora asmara, pemudalah yang berhak untuk berkarya. Mengapa? Begitukah sombongnya pemuda?

Memang fitrahnya dalam fase perkembangan manusia kelak akan mengalami fase pencarian diri yaitu masa-masa remaja itu. Yah, ini saya dapat baru bulan yang lalu ketika mempelajari blok pediatri (ilmu kesehatan anak). Memang secara fisiologis dari hormonal dan metabolisme tubuh menjadikan pemuda sebagai fase kehiupan yang berbeda. Gairah yang membuncah karena adrenalin, hormon seksual yang membuat psikologis pemuda mulai mengenal cinta, dan energi pun sedang berada di zona puncak. Jadi wajarlah mereka betul-betul digadang-gadang sebagi fase kehidupan yang oke punya.

Hati adalah Jiwa, Jiwa Itu Dimana?

Berbicara hati. Hati sebenarnya itu apa sih? Hepar yang berupa organ yang ada di wilayah perut itukah yang disebut hati. Ataukah jantung yang ada di dada sebelah kiri? Semuanya salah. Jiwaataukitasebutkalbuataukitasebuthatisebenarnyabukanlah organ hatiatau pun jantung.Barutahuya?Organ hatiitufungsinyauntukmetabolisme, detoksifikasi, dll.Sedangkan organ jantungfungsinyauntukmemompadarah.Padahalkalbuatauhatikitapastilahberhubunganeratdenganperasaan, suasanahati, emosi, tentram, semangatgitukan, em tentunya juga jatuh cinta. Nah laludimanajiwaitusebenarnya?

Menurutliteraturdanpernyataandari guru besarilmupenyakitjiwa FK UNS Prof. Dr. H. Muhammad Fanani, Sp. KJ (K), jiwaataukalbumanusiaadalahsistimlimbik di otakmanusia. Nah initabel organ-organ yang menyusunsistimlimbik.

 

Sistemlimbik Fungsinya
Diensefalon Areasentralotak yang mengontrolemosi dan perilaku. Area inimembentukintisentralforebrain.
Hipotalamus Merupakanbagianutamadaridiensefalon. Bagiankecildariotak yang memegangkomandopentingdalampengatutankelenjar( master gland). Iamemegangperananpentingdalamsistemlimbik; iamenginisiasiekspresifisikterkaitemosi.
Girussingulat Lipatanpermukaankorteksserebri yang terlibatdalamreaksiemositerhadapbaudannyeri. Iajugamengaturperilakuagresif
Amigdala Struktur yang berbentukbuahalmondanterletak di bagiandalamlobus temporalis. Iaberperandalammenghubungkanemosidariberbagaimemoriatausituasi. Selainitu, iaberperandalampembelajaran rasa takut(learning fear).
Hipokampus Struktur yang terletakdalamlobus temporalis. Tugasutamanyaadalahdalammemori

 

Baiksetelahsemuafrekuensikitasamayaitumenyepakatibahwakalbu/jiwakitaituadalahsisimlimbikdandenganperincianjelas di tabeltersebut, kitaakanmembahaszat-zat yang terkadung di otak yang terlibatdalampengaturanjiwakita. Nah lho..apalaginih?

Zat-zattersebutdinamakan neurotransmitter.

 

Zat Kimia AjaibItuBernama Neurotransmitter

Nah ada 3 neurotransmitter yang sangatberpengaruhdalampengaturanjiwa/kalbuterutamasuasanahati/mood dansemangat.Yaitu serotonin, norepinefrin, dandopamin.

Serotonin bertangungjawabmengenai impulse dannantijugaadahubungnnyadengankontraksi. Nah jikaseortonininitinggimakatubuhmenjadisusahdikendalikan, agressive sex pun jugabisameningkat. Dopaminbertanggungjawab  mengenai drive/gairah/semangatuntukbergerakdanaktif. Nah jikadopaminturunmakaakanmenjadikandiriinimenjadimalas. Norepinefrin (NE) bertanggungjawabmengenaikewaspadaan.Jika NE turunmakabisajadisebagai orang yang ngantukmelulu.Nah kalau mood itudipengarugiketiganyayaitu NE, dopamin, dan serotonin.

Semuakomposisitersebutharusseimbangjikaingindibilangsehatjiwanya.Semangatterjaga, motivasiada, rajin, waspada.

Bicara Hati, Bicara Cinta

 

            Manusia terdiri dari mayoritas zat cair. Cairan dapat dipengaruhi oleh rangsangan stressor psikis dari luar. Pernah baca buku “The Power of Water” kan? Kristal heksagonal air bisa berubah ketika diberikan rangsangan negatif meskipun hanya tulisan. Ternyata tulisan itu jika diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari memang berkonotasi negatif dan kondisi psikis yang dibawa pun juga negatif.

Maka begitulah juga dengan manusia dengan kandungan cairan 50-60% sudah barang tentu stressor psikis negatif ataupun positif akan berpengaruh. Apalagi jiwa (hati) manusia juga rentan sekali dengan kondisi psikis makanya ada ilmu psikoneuroimunologi dan psikoneuroendokrinologi.

Dalam penelitian professor dari Jepang yang ditulis adalm buku “The Power of Water” salah satu kata positif yang mampu membuat kristal heksagonal terbentuk dengan baik adalah kata CINTA.

Keramahan Cinta dan Suggesti Positif Cinta itu memang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Mengapa karena kita manusia yang diberi rasa. Kita semua bisa menilai rasa. Dengan adanya cinta maka adrenalin pun terpacu, dengan adanya cinta maka hati pun bisa terbuka, dengan adanya cinta orang lain akan mendekat.

 

Filantropi adalah Jiwa Penuh Cinta

            Ketika saya mengetikkan kata filantropi di situs wikipedia maka inilah yang keluar. Filantropi dari bahasa Yunani, philein, “cinta” dan anthropos, “manusia”, adalah tindakan seseorang yang mencintai sesama (manusia) sehingga menyumbangkan waktu, uang, dan tenaganya untuk menolong orang lain. Istilah ini umumnya diberikan pada orang-orang yang memberikan banyak dana untuk amal. Seorang ini biasanya seorang kaya raya yang sering menyumbang kaum miskin.

Seorang filantropis seringkali tidak mendapatkan dukungan menyeluruh terhadap tindakannya. Tuduhan yang sering diterima adalah mengenai masalah tujuan amal (seperti mendanai seni bukannya memerangi kelaparan dunia), atau memiliki tujuan terselubung (seperti penghindaran pajak dengan efek samping popularitas personal).

Yah inilah jiwa filantropi yang penuh cinta. Mengedepankan untuk memberi daripada menuntut. Itulah yang saya rasa layak diamalkan oleh semua orang terutama pemuda. Pemuda adalah masa depan untuk suatu bangsa. Ketika pemudanya memiliki jiwa filantropi ini maka ia akan menghorati sesama, berbakti kepada orang tua, berusaha yang terbaik untuk prestasi agar mampu memberi insiprasi. Yang paling utama jika jiwa filantropi ini sudah ada dalam diri maka semangat untuk mengabdi kepada masayarakat dan bangsa akan menjadi orientasi utama.

Indonesia Butuh Negarawan Bukan Sekedar Politisi

Sebut saja Muhammad saw, Soekarno, Muhammad Hatta, Mahatma Gandhi, Nelson Madela, dan tokoh inspiratif lainnya, mereka adalah negawaran ulung yang sudah tidak kita ragukan lagi kiprahnya. Negawaran berbeda dengan politisi. Dalam kamus negarawan diartikan sebagai berikut: Yaitu seseorang yang ahli dalam kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan); pemimpin politik yg secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dng kebijaksanaan dan kewibawaan: beliau merupakan pahlawan besar dan – agung.

Membaca definisi tersebut serasa sejuk dan menjanjikan. Lalu bagaimana definisi politisi? Politisi sama dengan politikus. Politikus sendiri diartikan dengan orang yang berkecimpung dalam bidang politik. Sungguh berbeda sekali, tidak hanya dalam definisi namun dalam dunia aktualisasi.

Politisi di Indonesia lebih memiliki konotasi negatif dibanding negarawan. Dalam media massa, bahkan di setiap harinya, di setiap kolomnya hampir pasti ada kabar yang mengabarkan sisi negatif politisi.

Apa yang salah dengan politisi. Politisi Indonesia sekarang mayoritas mengamalkan teori bahwa politik menghalalkan segala cara. Semua cara dilakukan tanpa mempertimbangan efek hati masayarakat. Semua dilakukan agar tujuan tercapai agar memperoleh kekuasan tanpa dibumbui dengan cinta. Maka banyaklah protes disana-sini, instabilitas politik, instabilitas keamanan, dan ketidakstabilan lainnya.

 

Jika merujuk kata-kata mutiara dari ridwansyah “anda bisa mencintai seseorang tanpa memimpinnya, akan tetapi anda tidak akan bisa memimpin seseorang tanpa mencintainya” maka bisa dibilang kepemimpinan pada level apapun yang tidak didasari rasa cinta itulah yang dinamakan dengan pemerintahan yang gagal.

Bagaimana pemrintahan yang gagal itu? Mudah saja jika dengan menggunakan indikator awam yaitu rasa terayomi, aman dan tentram dalam kehidupan. Tidak akan bahagia suatu rakyat walaupun hidup bergelimpang harta, bergelimbang kemewahan, namun kehidupan sehari-hari tidak aman dan tidak tentram. Rata-rata orang daerah, orang-orang tua akan merasakan hal ini.  Apalagi pada orang-orang marginal dengan pendapatan per kapita rendah, mutlak rasa terayomi itu ada. Program-program pembangunan yang menyentuh rakyat gampangnya.

Semua itu akan bisa diwujudkan jika para pemimpin melandasi etos kerjanya dengan cinta. Dengan cinta itu maka pemimpin akan berjiwa filantropi. Dalam konsep negarawan semua itu insyaallah didapat. Hal inilah yang mendasari bahwa definisi negarwan yang disebut sebagai pahlawan bangsa dan berjasa besar.

Sekarang susah ditemui, alih-alih ucapan terima kasih atas kepemimpinan justru hujatan dan penyudutan kepada pemerintah sehari-hari menjadi santapan rakyat melalui media massa.

Sempat saya membaca artikel bahwa Indonesia tidak membutuhkan pemimpin yang mempermasalahkan antara tua dan muda, namun yang penting dewasa. Justru seharusnya kita memiliki cita-cita pemimpin muda yang energik dan berjiwa muda namun memeliki kedewasaan dalam memimpin.

Fitroh kaum dewasa adalah memehami, memberi, dan menyangi. Nah inilah yang seharusnya dimiliki pemimpin kita.

 

Merintis Jiwa Filantropi, Bagaimana caranya?

 

Sebenarnya semua itu ada dalam agama. Yah agama menjadi kunci semua. Hal non konkret bersifat dogmatis namun bisa merubah secara holistik bagi semua insan yang bersedia membuka hatinya.

Ini adalah masalah hati. Kita akan bermanin dengan hati jika mengatakan negarawan yang berjiwa filantropi. Rasa cinta dengan sifat filantropi tidak bisa langsung jadi namun perlu dipupuk perlahan-lahan dan dibiasakan.

PerluAndaketahuibahwadalam proses memorikitamelibatkankunci ion Mg2+ . Yang mana ion Mg2+itususahuntukterbuka. Nah ketikaterbukamakamemoribisamasuk.Itulahmengapabanyakdiantarakita yang belajarperludiulang-ulang agar hafal.Hal tersebutdimaksudkan agar kunci ion tersebutsegeraterlepasdanmemoridapatmasuk.

Permasalahan yang timbulternyataadalah stressor negatifsepertimasalahmenumpuk, pengucilan, ketakutan, ejekan, kekerasan, egoisme, konflik, kedzolimanlebihmudahmembukakunci ion Mg2+sehinggalebihmudahtertancapsebagaimemoridaripada stressor positif.

Memangunikdanluarbiasapengaturansistemlimbik di tubuhkitaini.Berikut tips-tips yang sayatawarkanuntuk menanamkan jiwa cinta dan filantropi kepada jiwa kita:

1.      Kurangi Input Stressor Negatif

Hal inibisadilakukandengansenantiasa positive thinking, gembira, khusnudzon, danbersemangat. Nah seandainyamemang input memangnegatifsepertiterkenamusibah, tidaklulusujianmakatindakan yang tepatadalahmerubahmindset kitadenganmengambilposisiprogressifbukanrekatif, ambilhikmahnya, dansenantiasabersyukur.

2.      MencariSuasanaPositif

Caranyayadenganikut forum-forum motivasi, bergauldengan orang-orang prestatif, berkumpuldengan orang-orang sholeh.

3.      PerbanyakIbadah

Suasanasholatituadalahsuasanakondusif yang dapatmemberikanketenangandankekhusyukanjikaterpenuhirukun-rukunnya.Makasayasarankanperbaikikualitassholatwajibdanshunnah, perbanyakkuantitassholatsunnahsepertidhuhadanqiyamullail. Perbanyak pula membacaAlqur’an, nikmatihuruf demi huruf, selamikeindahanayat demi ayat.

4.      IkutiMajelisIlmu

Salah satufadhillahataukeutamaanmajelisilmuadalahmajelisdicucurirahmatdandiberikesakinahan (ketenangandanketentraman).Nah halinibisamenetralisir stressor-stressor negatif yang bisamebuatjiwakitaterganggu.

5.    Membaca Kisah-Kisah Perjuangan Inspiratif

Sensitifitas bisa diasah jika sehari-hari berimajinasi untuk seolah-olah merasakan apa yang            dialami oleh tokoh-tokoh inspiratif yang dibaca maka kita bisa melakukan proses identifikasi          untuk meneladani. Selain itu motivasi inspiratif ini akan mampu memelihara energi semangat     sehingga optimisme untuk menjadi negarawan yang filantropi tetap terjaga.

 

Semua akan menjadi optimal jika berada pada lingkungan yang tepat. Begitu pula ketika sosok negawaran ini yang seolah-olah menjadi pahlawan berjasa besar namun ketika lingkungan tidak memposisikan dengan baik untuk bersedia dipimpin maka hasilnya pun tidak akan baik. Itulah mengapa perlu adanya kerjasama semua pihak yaitu pemerintah dan rakyat. Rakyat yang kritis konstruktif, objektif, dan aktif dalam pembangunan itulah yang dibutuhkan. Sehingga saling bahu membahu dengan pemerintah. Tugas dari negarawan selain mempercantik pribadi, juga harus meiliki kharisma untuk bermain hati dengan paa rakyatnya. Ketika keterikatan hati karena pemimpin memberi cinta dan rakyat mencintai itulah seyawa yang tepat untuk solusi kestabilan suatu negara. Indonesia BISA, Pasti BISA!!!!

*Mahasiswa Semester 6 Program Studi Pendidikan Dokter FK UNS

By baktinusaugm Dikirimkan di Opini

Menggagas Negarawan Muda Indonesia

Oleh: Faryska nur ichsanudin*

Negara merupakan  kelompok sosial yang meduduki wilayah  atau daerah tertentu yang diorganisasi dibawah  lembaga politik  dan pemerintah yang efektif , mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menetukan tujuan nasionalnya. Unsur dari negara itu sendiri  adalah

  1. Wilayah

Bagaimanapun unsur  negara ini sangat krusial kerena sebuah negara memerlukan sebuah wilayah tempat negara tesebut berdiri yang terdiri atas darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan yang berdaulat

  1. Rakyat

Harus adanya rakyat yang tingal diwilayah tersebut dan dipersatukan, karena jika tidak ada rakyat maka negara juga tidak akan dapat berdiri

  1. Pemerintahan

Pemerintahan yang memiliki kekuasaan atau kedaulatan, dimana tanpa adanya  pemerintahan yang memiliki kekuasaan  dan ditaati oleh rakyatnya sebuah area atau wilayah yang berpenduduk ( rakyat) tidak ubahnya seperti gerombolan orang yang tidak cukup untuk disebut sebagai negara.

  1. Pengakuan dari negara lain

Eksistensi sebuah negara sangat ditentukan juga oleh adanya pengakuan dari negara atau bangsa lain. Pengakuan akan adanya sebuah negara dari negara lain akan menjadi pintu masuk terjadinya relasi atau hubungan persahabatan dengan negara lain.

Founding father kita mendirikan negera ini  bukan tanpa alasan namun dengan cita-cita besar agar negara ini dapat berjalan sesuai dengan fungsinya, cita-cita nasional bangsa Indonesia terdapat dalam alinea pertama dan kedua Pembukaan UUD 1945. Alinea pertama berbunyi ”bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Adapun alinea kedua berbunyi “dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”. fungsi dari negara itu sendiri antara lain;

  1. Mensejahterakan serta memakmurkan rakyat

Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.

  1. Melaksanakan ketertiban

Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damai diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.

  1. Pertahanan dan keamanan

Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar.

  1. Menegakkan keadilan
  2. Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta keadilan di segala bidang kehidupan.

Berdasarkan pengertian dan fungsi dari sebuah negara tersebut maka dengan demikian negarawan adalah orang yang ahli dalam kenegaraan, ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan), pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan, pemimpin yang  yang mengutamakan kepentingan negara dan bangsa di atas kepentingan pribadi, kelompok dan partai, pemimpin yang selalu memikirkan nasib bangsanya dan mencurahkan perhatianya kepada kesejahteraan rakyat. Atau ada pengertian lain yang mengatakan negarawan jika di tinjau dari segi makna harfiahnya bisa berarti seorang pemimpin negara, berjasa pada negara, dan seorang yang nasionalis dengan tanpa mementingkan kelompok atau golongannya. Istilah negarawan ini bukan suatu struktural formal pada umumnya, melainkan suatu struktural mentalitas yang akan menjadikan sebuah peran sebagai sebuah balancing power (kekuatan penyeimbang) terhadap kekuatan politik dalam konteks kekinian dan kedisinian.

Ada permasalahan yang terjadi jika kita berbicara mengenai negerawan di Indonesia ini, jika kita lihat peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini membuat bangsa ini sepertinya semakin kian kehilangan pegangan untuk keluar dari persoalan yang dihadapi bangsa ini, seperti korupsi yang mengurita yang kian menjadi perbincangan ditengah masyarakat, lemahnya penegakan hukum seperti palu hakim yang dapat dibeli dengan uang dan kekuasaan, kemiskinan semakin menunjukan angka yang menkawatirkan, kiris energi yang kini kian menjadi pemberitaan utama dimedia, masalah insfrakstuktur, dan fasilitas pelayanan publik yang memicu amarah publik, semua masalah ini sebenarnya bermuara pada satu pertanyaan, yaitu adakah pemimpin sekaligus negarawan yang mampu membawa perubahan dan menjawab semua persoalan dan yang dihadapi bangsa ini, untuk mengembalikan fungsi negara dan mencapai cita-cita Indonesia.

Indonesia saat ini boleh dibilang sedang mengalami krisis negarawan, ditengah menjamurnya politisi-politisi instan dan pragmatis yang berorientasi pada kekuasaan untuk memenuhi kepentingan mereka dan golongannya. Politisi tak lagi otentik dalam menjalankan fungsinya memberikan pelayanan kepada negara, namun sudah dikemas dalam balutan kosmetik pencitraan untuk mempertahankan posisinya dan memberikan kesan baik dibalik kebobrokannya, perbedaan negarawan dan politisi terletak pada orientasinya, jika negarawan  hidup untuk negara namun jika politisi negara untuk kehidupannya. Hal tersebut diperparah  dengan didukungnya mekanisme pemilu dan pemilukada dengan harus mengeluarkan sejumlah uang utuk menjadi politisi tersebut. Kondisi seperti ini mengakibatkan  meunculnya politisi yang berjiwa kepemimpinan lemah  korup karena utnuk menganti sejumlah uang yang dikelaurkan utnuk mandapatkan posisi tersebut dan tidak memiliki visi untuk membangun bangsa dan negara.

Dalam  banyak hal  pemimpin yang seperti ini sekalilagi akan mengemas kinerjanya dengan balukan kosmetik pencitraan karenan untuk menutupi diri karena kurang matang dalam bernegara. Mereka kemudian akan terlena dangan kemewahan dan popularitas sehingga terjadinya degradasi kepekaan batin sosial dan buta akan permasalahan riil, kebijakan-kebijakan yang diambil bukan merupakan sebuah konsepsi yang dapat memecahkan permasalahan yang sebenarnya sedang dihadapi. Keputusan yang tidak populis dan tidak berdasarkan analisis sebenarnya mengakibatkan rakyatlah yang harus menangung akibatnya. Sehingga akan menjadikan semakin jauh terhadap cita-cita bangsa indonesia yakni sejahtera adil dan makmur. Kondisi tersebut justru mengakibatkan reaksi dari masyarakat munculnya sikap sinis dan rasa tak percaya kepada pemerintah, kewibawaan pemerintah dimata masyarakatpun semakin berkurang, sehingga himbauan dan perintahnyapun semakin tak didengar,  masyarakat lebih memilih mengunakan caranya mereka sendiri untuk memecahkan permasalahnnya. Hal tersebut dikarenakan masyarakat sudah terlanjut kecewa dan kehilangan harapan terhadap pemerintah sehingga mereka tidak menganggap eksistensi pemerintah ada dalam kehidupan mereka.

Puncak dari semua permasalahan ini adalah terletak dari kepemimpinan yang mengalami permasalahan akut. Sedikitnya jumlah negarawan mengakibatkan lingkaran pengaruhnya yang memiliki niat tulus dalam bernegara terhalang oleh politisi-politisi kosmetik instan elit yang menjamur yang jumlahnya banyak dan terkesan seperti limbah karena juga menambah permasalahan yang ada dibangsa ini. mereka mampu memformulasi kondisi sehingga tetap terus menguntungkan mereka dan golonganya, kondisi ini diperparah dengan sistem politik yang demokratis sehingga hanya bisa meng­hasilkan pemimpin-pemimpin yang berjiwa politisi. Pemimpin politisi cenderung menyelesaikan masalah bangsa ini berorientasi jangka pendek, reaktif terhadap permasalahan dan hanya mempertimbangkan keuntungan untuk kelompoknya, khususnya partai ketimbang masyarakat. Sementara, pemimpin yang berjiwa negarawan dapat melihat jauh ke depan, penuh pertimbangan berda­sarkan prinsip moral dengan mengutamakan kepentingan ma­syarakat, bangsa dan negaranya.

Plato pernah mengingatkan kita, masalah suatu negara tidak akan pernah berdamai dengan masyarakatnya hingga kekuasaan politik ada pada negarawan sejati. Mesti kita masih memiliki sosok seorang tokoh yang memiliki jiwa negarawan, namun sistem politik yang mengharuskan teterlibatannya mereka dalam sebuah partai, mengakibatkan disoptimalisasi peran mereka. Umumnya mereka lebihmemilih untuk  berada diluar pemerintahan, mengamati jalannya pemerintahan yang dijalankan oleh politisi. Para negarawan tersebut masih ingin memberikan kontribusi terhadap negara dengan  berusaha memberikan nasihat dan kritik yang konstruktif. Namun amat disayangkan nasiahat-nasihat tersebut tidak kemudian digubris oleh para  politisi yang telah menjelma sebagai pengelola negeri ini.

Sampai kapan pun negara ini tetap akan dihadapkan pada masalah besar, selagi partai politik gagal menghasilkan kader-kader yang berjiwa negarawan. Cara-cara rekrutmen pemimpin politik yang mengutamakan uang, nepotisme, dan keturunan, justru mengancam munculnya pemimpin negeri yang tidak bisa berpikir untuk kemauan bangsa ini. Sepanjang partai politik di negara ini masih gagal meng­hasilkan negarawan sejati untuk memimpin, selama itu pula repub­lik ini akan tetap terperangkap dalam lingkaran masalah yang tidak pernah ada penyelesaiannya.

Melihat potret buram kondisi permasalahan yang sedang dialami bangsa saat ini, sudah semestinya kita bangsa Indonesia untuk melakukan proses persiapan dalam mencetak generasi penerus bangsa yakni  negarawan muda yang lebih memahami secara mendalam sejarah perjuangan berdirinya bangsa ini serta rasionalisasi dan aktualisasi pencasila sebagai jerih payah perjuangan dan pemikiran ideal oleh para pendiri bangsa ini. Jika jiwa dan ruh para pendiri bangsa yang telah berdarah-darah dalam  mendirikan negara Indonesia ini tertancap kuat  dan ada dalam jiwa  pemuda yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk memajukan negera,  maka akan muncul negarawan-negarawan muda yang siap mengubah peradaban bangsa Indonesia menjadi lebih baik

Hal yang paling kita butuhkan saat ini adalah para generasi muda yang memiliki kemampuan disertai keinginan untuk dapat memajukan bangsanya. Dimana pemuda yang tidak pernah lupa akan sejarah, memiliki rasa nasionalisme dan patriotism  muncul dari dalam generasi muda, seorang negarawan yang bisa menyatu dengan rakyat, mendengarkan segala rintihan yang dialami rakyat, dan melayani rakyat dengan sepenuh hati (ikhlas) tanpa mengharapkan imbalan sedikitpun apalagi untuk memperkaya diri. dan apabila semangat bernegara, rasa nasionalisme dan patriotism  tertanamn dalam jiwa generasi muda kita untuk mencintai sejarah bangsa, maka akan tercetaklah generasi-generasi yang otentik dengan membawa akar cita-cita bangsa untuk kesejahteraan negara yang mempu mejawab permasalahan-permasalah bangsa yang ada saat ini. Negarawan muda inilah yang nantinya akan menjadi pemimpin yang professional, dan mampu memeberikan perubahan yang berkualitas

Semakin menjadi penting saat ini bagi seorang negarawan untuk mempersiapkan diri dengan mengasah kematangan bernegara sejak dini paling lambat didunia kampus, kampus yang merupakan sebuah miniatur negara dapat dijadikan sebuah latihan dan pembelajaran dalam bernegara untuk sebelum nantinya terjun dalam dunia kenegaraan, kondisi didunia kampus yang ditempa dan penuh tekanan mengakibatkan para calon negarawan muda ini semakin belajar dan memaknai akan kondisi yang mendekati permasalahan-permasalahan bangsa yang sebenarnya, sehinga mereka akan terbiasa dengan kondisi dimana kepentingan rakyatlah yang menjadi fokus utama. Para mahasiswa ini terbiasa dengan pemikiran yang mengerterdapankan kepentingan rakyat, menyuarakan aspirasi rakyat dan berjuang dengan penuh totalitas dan tanpa pamprih. Serta label psikologis yang merupakan Iron Stock, Social Control,  Agent of Change, dan Moral Force akan membuat habituasi berpikir ini menciptakan sebuah karakter berpikir yang kuat dan melekat pada diri mahasiswa. Kemudian hasil tempaan dan tekanan yang mereka rasakan didunia kampus serta kebiasaan berpikir yang selaku mengeterdepankan kepetingan rakyat menjadikan para generasi muda ini semakin matang dalam nantinya turut ikut dalam pengelolan sebuah negara.

Namun terbentuknya negerawan yang memiliki loyalitas dan integritas tinggi di mata masyarakat akan lebih kuat jika didukung oleh semua element masyarakat yang ikut serta dalam mempersiapkannya dalam rangka membangun bangsa ini menjadi lebih baik tentunya. Oleh karena itu proses pembentukan negerawan muda ini tidak bisa instan di lapanganlah ia ditempa, di jalanlah ia belajar, dan di pertempuran lah ia matang sebagai pemuda negara dan harus melalui serangkaian panjang dan harus benar-benar dipersiapkan hingga akhirnya didapatkan seorang negarawan muda yang memiliki semangat kebangsaan yang tinggi dan bisa menjadi solusi atas permasalahan bangsa yang hingga saat ini belum menemukan jalan keluarnya. Dan diharapkan negarwan muda ini nanatinya mampu memberikan perubahan yang berkualitas dan menjadikan negara ini menjadi lebih baik.

Sikap nasionalis dari negarawan muda inilah yang nantinya bisa menjadi tolak ukur sejauh mana keberhasilan bangsa ini dalam menghasilkan negarawan muda yang mutlak akan menjadi pemimpin masa depan bangsa Indonesia. Sikap Nasionalis sendiri diperoleh dari proses belajar yang dilakukan secara terus-menerus. Dalam melahirkan negarawan muda harus melalui beberapa tahapan, yaitu: melalui pendidikan yang berasaskan pancasila, gerakan nasionalis yang solid dan terstruktur, dan karakter kuat yang berkompeten.

*Baktinusa UNS

By baktinusaugm Dikirimkan di Opini

Negarawan, Terbentuk atau Terlahir?

Oleh: Greget Kalla Buana*


Pemahamanku tentang Negarawan yang Tanpa Ujung

 Where do we stand? Sebuah kalimat tanya yangsingkat. Jawabnya pun cukup sederhana. Setiap orang senantiasa berada di tengah komunitas dengan berbagai skala. Akan tetapi, tidak semua manusia mampu menerjemahkan keberadaan itu dengan baik, sekalipun dirinya merasa berada di tengah kumpulan manusia yang mengakui keberadaannya. Sebagian orang menyebut masyarakat sebagai tempat di mana setiap insan berkesempatan mengaktualisasikan diri. Sebagian yang lain ada juga yang menyebutnya lingkungan untuk berinteraksi. Sedangkan, aku menyebutnya sebagai medan pertarungan. Pertarungan dalam konotasi positif dan konotasi negatif.

Sejauh mata memandang, sejauh itu pula diri ini mengartikan. Tak perlu dipungkiri lagi, kenyataan di lapangan mengatakan demikian. Semua orang bersaing dalam banyak segi kehidupan. Seseorang yang dulunya saudara bisa menjadi musuh bersama dan kawan bisa juga jadi lawan. Itulah fakta yang terjadi. Kehidupan sosial bukan lagi berfungsi sebagai penyeimbang ketimpangan masyarakat, melainkan sebagai media pemuas kebutuhan. Suatu ketika, satu keluarga menangis kelaparan, tapi tetangganya dengan mobil baru justru berkeliaran. Banyak anak putus sekolah karena biaya, tetapi yang berkemampuan lebih dalam hal finansial justru mengesampingkan urusan sekolah. Ada lagi satu contoh, ketika mereka yang hidup dengan hegemoni dunia barat bertemu dengan golongan yang setia menegakkan syariat, sedikitpun tidak ada rasa malu yang mengalir di urat. Betapa jauh pergeseran fungsi sosial di masyarakat kita telah mengubah pola pikir masyarakat.

Di lain pihak, tidak sedikit pula di antara manusia yang juga menjadikan kehidupan dunia ini sebagai medan persaingan. Hanya saja, persaingan di sini berupa berlomba-lomba dalam menuju kebaikan. Inilah fenomena yang terjadi. Ada banyak rupa perangai manusia. Permasalahannya adalah keanekaragaman rupa itu diterima begitu saja dengan mudah. Akibatnya, yang salah semakin salah, yang baik semakin baik meskipun sekadar untuk diri sendiri. Suka atau tidak itu semua terjadi di sekitar kita. Lantas, apa yang harus kita lakukan? Apakah hanya dengan mengkritisi kemudian semuanya akan berubah? Tentu tidak.

Sebagai seorang pemuda yang menjadi bagian dari masyarakat, merupakan sebuah kewajiban bagi kita untuk menyelesaikan berbagai persoalan sosial. Penekanannya ada pada stategi untuk menemukan solusi yang tepat. Selama ini, rata-rata pemuda berusaha memberikan kontribusi dan peran bagi masyarakat melalui suatu komunitas yang berbasis banyak hal. Ada agama, politik, hobi, gaya hidup, dan lain sebagainya. Padahal, lagi-lagi kenyataan di lapangan membuktikan bahwa hanya sebagian kecil pemuda yang antusias bergabung dalam basis-basis tersebut. Persoalannya kemudian, apa peran sebagian yang lain? Bukankah seharusnya mereka juga bisa diberdayakan? Ini titik berat yang belum banyak disentuh.

Ketika terjadi gempa, banyak rumah roboh. Rehabilitasi dilakukan di berbagai sektor kehidupan, termasuk pembangunan gedung-gedung dan rumah. Pernahkah kita sadar bahwa semua proses pembangunan itu dimulai dari pondasinya satu per satu, baik rehabilitasi gedung maupun manusia. Inilah analogi yang akan menghantarkan pada solusi peran negarawan dalam masyarakat. Sebuah proses tentunya harus dimulai dari dalam. Bagaimana menyadarkan para pemuda agar tertanam dalam dirinya nilai-nilai yang mengakomodasi karakteristik seorang negarawan?Jikalau memang caranya harus satu persatu, tidak masalah. Hal ini lambat laun akan menjadikan pemuda sebagai negarawan yang peduli meskipun secara individu. Seperti teori PriceVolatilitydari Al-Ghazali, yang kurang lebih menyebutkan bahwa tidak apa-apa menurunkan suatu harga barang. Sebab, dalam jangka panjang, keputusan tersebut akan memberikan keuntungan yang lebih. Sama halnya dengan pemuda, tidak masalah kita membentuk seorang negarawan satu demi satu. Setidaknya, dengan itu akan muncul kepedulian. Kemudian, suatu hari benar-benar bisa diberdayakan bersama-sama. Adapun contoh peran pemuda yang mampu disebut negarawan dalam lingkup kecil dan individu adalah dengan mencontohkan dan mengaplikasikan apa yang mereka dapatkan di bangku pendidikan. Sebab, hal itulah yang termudah yang mempu mereka lakukan.

Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah seorang pemuda yang pantas disebut sebagai negarawan itu dibentuk melalui proses sepanjang hidup ataukah memang terlahir sebagai seorang negarawan. Seorang bibit unggul yang memang dalam dirinya selalu memiliki rasa kepedulian terhadap negara. Atau, jika dibalik. Apakah seorang negarawan itu senantiasa dicirikan dengan figur seorang pemuda? Para profesional yang bergerak dan berkarya dalam bidang yang ditekuninya selama bertahun-tahun tanpa jenuh, aktivis sosial yang mengabdikan diri pada kampung halamannya hingga tidak sempat sedikitpun menikmati kehidupan pribadi, selebritis yang berusaha mengangkat nama negara meski menuai banyak kritikan dan celaan, atau tenaga kerja Indonesia yang konon disebut sebagai pahlawan devisa, pantaskah mereka disebut sebagai negarawan? Rasanya tidaklah berlebihan jika diriku mengawali esai ini dengan subtopik pemahamanku yang tiada ujung. Memang benar adanya, pemahaman tentang siapa dan bagaimana definisi negarawan yang sesungguhnya itu tidak kunjung kutemukan. Aku hanya mencoba mencari figur yang menganalogikan persepsi-persepsi etimologis negarawan dari berbagai sumber yang mungkin juga belum bisa dipercaya sepenuhnya. Hingga suatu pagi, aku coba melemparkan sebuah trending topic melalui salah satu akun jejaring sosial yang memiliki tingkat respon begitu cepat dalam jangkauan yang luas, apa itu negarawan? Hasilnya, mengecewakan. Tidak banyak yang tertarik dengan apa yang coba kuhimpun darisana.

Sebagai seorang warga negara Indonesia yang bangga pada bangsa sendiri, aku paham betul bahwa akhiran –wan pada kata negara bermakna seseorang yang memiliki sifat kenegaraan. Setidaknya peduli pada negara. Sebelum jauh menelaah tentang definisi negarawan, izinkan hatiku berkelana, pantaskah diriku disebut sebagai negarawan atas kepedulian dan pemahamanku terhadap bahasa Indonesia? Bahasa yang menurut sejarah adalah salah satu alat pemersatu bangsa yang kini relatif terabaikan. Sebab, menurutku tidak banyak masyarakat apalagi dari kalangan pemuda yang memiliki kepeduliaan terhadapnya. Jikalau diriku mampu menjadi satu dari sedikit orang itu, tentunya kontribusiku sebagai seorang warga negara bisa dikatakan lebih dari yang lainnya. Ya, entahlah.

The American Heritage Dictionary of the English Language mendefinisikan negarawan sebagai berikut, “a stateman is a man who is a respected leader in a given field”. Sementara itu, Dr. Andi Irawan dalam Koran Tempo 27 Nopember 2007, kata negarawan merujuk pada sosok manusia yang visioner, berorientasi jangka panjang, mengutamakan kesejahteraan bersama dibanding kesejahteraan pribadi dan golongan, berorientasi jangka panjang, serta mampu membuktikan komitmen tersebut dalam perilaku sosial ekonomi, budaya dan politiknya. Mengapa seberat itu definisi negarawan jika ditilik secara harafiah? Apakah hanya orang-orang dengan karakteristik seperti itu saja yang berhak menyandang predikat sebagai negarawan? Itu berarti, dari sekitar dua ratus lima puluh juta jiwa di negara ini, hanya beberapa saja yang bisa digolongkan sebagai negarawan. Pantaslah kalau negara ini cenderung berjalan di tempat dibandingkan berlari kencang mengejar ketertinggalan. Pemompa energinya hanya sedikit. Barangkali inilah yang menjadi titik awal bagaimana negarawan itu hadir dan muncul di tengah-tengah kehidupan. Barangkali juga definisi-definisi inilah yang turut mengasingkan kata negarawan dan memberinya sekat sehingga masyarakat Indonesia cenderung memilih untuk tidak disebut sebagai negarawan.

Paradigma Baru Seorang Negarawan      

Akan lebih sederhana ketika mengambil kata kunci dari istilah negarawan. Berdasarkan dua definisi sebelumnya, ada dua kata yang bisa diangkat sebagai substansi yang seharusnya dimiliki oleh seorang negarawan, yakni peduli dan negara. Maksud dari keduanya adalah, kepedulian pada negara. Akan tetapi, yang menjadi penghambatnya adalah persepsi banyak orang tentang bentuk kepedulian yang harus diberikan kepada negara. Apakah peduli pada negara berarti ikut berperang melawan para penjajah? Padahal saat ini negara kita tidak sedang dalam keadaan terjajah secara fisik. Ataukah, mengenakan baju batik di setiap kesempatan, bahkan turut memperdagangkannya di luar negeri dan memasarkannya sebagai produk asli Indonesia juga bisa disebut sebagai bentuk kepedulian? Atau mungkin, mahasiswa yang melakukan aksi protes dan demokrasi dengan meneriakkan kritikan di bawah sinar terik matahari, di tengah jalan raya sembari mengibarkan bendera itulah yang disebut kepedulian. Tentunya, tidak sekaku itu rasa kepedulian pada negara bisa diwujudkan. Peduli yang merupakan esensi dari seorang negarawan dapat dituangkan dalam kehidupan yang lebih mudah untuk dilakukan, misalnya dengan melakukan segala sesuatu sesuai dengan aturan. Dengak kata lain, live by the rules. Untuk apa menggembar-gemborkan kontribusi jikalau itu hanya simbol.

Para wakil rakyat yang mengaku mewakili aspirasi masyarakat luas sebenarnya adalah para negarawan yang tengah berkumpul di ranah pemerintahan. Mereka adalah kumpulan orang-orang hebat yang kapasitas dan kapabilitasnya diakui oleh masyarakat. Mereka benar-benar peduli dengan kondisi bangsa dan berusaha untuk memberikan yang terbaik yang menguntungkan masyarakat. Kendati demikian, coba kita lihat dengan saksama. Apa yang mereka dapatkan dari keterlibatan mereka di sana? Prestise itu yang pertama, wewenang, pasokan nominal yang fantastis, dan tentunya kompensasi materialyang lebih dari cukup. Semua itu mereka dapatkan dengan mudah sebagai imbal hasil dari apa yang mereka berikan pada negara, yakni kepedulian melalui dengan menyuarakan aspirasi rakyat.

Berikutnya, para pahlawan yang telah gugur di medan perang. Mereka berjuang jatuh bangun, tumpah darah, berjuang demi memperoleh kemerdekaan. Apa yang mereka dapatkan? Apakah mereka juga memperoleh limpahan materi seperti wakil rakyat yang duduk di kursi DPR? Tentu tidak, mereka memperoleh kepuasan atas kebebasan. Penindasan yang selama ini mereka rasakan ternyata mampu menngerakkan jiwa kepedulian terhadap negaranya. Lantas, bagaimana dengan para atlit yang berjuang keras untuk memperoleh medali demi harga diri bangsa? Apakah mereka melakukan itu secara terpaksa atau sejadar karena tergiur hadiah dan bonus dari negara? Jelas tidak. Mereka melakukan itu semua awalnya karena olahraga itu adalah bagian dari hobi yang kemudian menghasilkan. Inti dari penjelasan ini adalah adanya kepedulian pada diri seseorang akan timbul ketika ada suatu dorongan atau barangkali tarikan. Dalam hal ini bisa dikatakan berlaku hukum aksi-reaksi. Bagaimana mungkin seorang penduduk negara secara tiba-tiba melakukan suatu gerakan yang bertujuan meningkatkan kehidupan bangsa tanpa ada sebab yang mendorongnya melakukan hal itu. Motivasi, kunci berikutnya dari kepedulian. Apa yang memotivasi seseorang untuk bisa peduli pada suatu hal. Apa yang ia dapatkan sebelumnya hingga ia merasa bahwa dirinya memiliki kewajiban untuk peduli?

Tren yang saat ini berkembang adalah apastisme masyarakat. Sampelnya ada pada kehidupan kemahasiswaan. Sebagian besar mahasiswa kita dicap apatis karena tidak memiliki kepedulian sosial. Mereka hanya berkutat pada hal-hal yang menjadi keinginan individu semata atau pemuas kebutuhan personal. Masyarakat dianggap tidak peduli pada keadaan negara. Sekarang jika pertanyaannya dibalik, apa yang mereka dapatkan dari negara ini sehingga kemudian mereka wajib memberikan kepedulian sebagai bentuk timbal balik? Kehidupan strategis yang mereka peroleh selama ini merupakan bagian dari usaha taat peraturan termasuk pajak yang mereka lakukan dengan baik. Itulah yang seharusnya dibenahi. Apa yang memotivasi timbulnya rasa kepedulian pada negara sehingga mereka bisa disebut sebagai negarawan?

Menggagas Negarawan, Investasi

 

            Apa hubungannya negarawan dengan investasi? Apakah seseorang harus menanamkan sejumlah modal pada negara yang bersangkutan sehingga bisa disebut sebagai sebagai negarawan? Secara tidak langsung iya. Itu berarti, kemungkinannya negarawan hanya akan didominasi oleh orang-orang kaya yang mampu menanamkan investasinya? Tidak. Persepsi awal yang dibangun adalah seorang negarawan merupakan warga negara atau individu yang memiliki kepedulian pada negara. Jika targetnya seluruh warga negara diharapkan menjadi negarawan, itu berarti negara terlebih dahulu harus memiliki ketertarikan sehingga warga negara dengan sendirinya merasa peduli terhadap negaranya. Jangan menanamkan pemikiran bahwa peduli pada negara itu sebagai sebuah kewajiban, apalagi dengan memperkuat kewajiban itu dengan peraturan tertulis yang memaksa. Jadikanlah kepedulian itu  sebagai pakaian sehari-hari yang memang dikenakan karena dibutuhkan, bukan karena dipaksakan untuk dipakai. Lantas, bagaimana caranya?

Ingatkah ketika masih duduk di sekolah dasar, upacara bendera dilakukan setiap pekan, menyanyikan lagu Indonesia Raya, berbaris sebelum memasuki ruangan, berdoa sebelum memulai pelajaran, memberikan penghormatan kepada bendera. Faktanya di lapangan saat ini, masihkah tradisi-tradisi itu berjalan dan ditegakkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia? Sulit rasanya untuk mengatakan masih. Sadarkah kita bahwa tradisi-tradisi simbolis seperti itulah yang sejatinya menumbuhkan semangat nasionalis dan kepedulian pada negara dengan sendirinya? Di beberapa negara maju, tradisi-tradisi seperti itu masih saja diberlakukan. Mereka dididik untuk menghargai bangsanya sendiri dengan cara-cara seperti itu. Gambaran lain, masih ingatkah dengan Adolf Hitler dengan chauvinisnya yang dianggap negatif? Di balik semua itu, ia berhasil menanamkan rasa nasionalisme yang luar biasa pada rakyatnya. Mahmoud Ahmadinejad yang dengan beraninya menunjukkan semangat kekuatan negara pada dunia yang itu membuat rakyatnya memiliki kepercayaan diri yang tinggi atas negara.

Hal-hal semacam ini yang selama ini tidak ada di negara kita. Tradisi-tradisi kecil dan sederhana yang dilakukan terus-menerus tentunya merupakan investasi yang nyata keuntungannya di masa depan. Peran dari pemerintah dalam memberikan semangat senasib sepenanggunagn kepada seluruh warga negara Indonesia dalam menghadapi berbagai kondisi juga sangat diperlukan dalam membentuk pribadi-pribadi yang memiliki karakteristik negarawan. Apakah itu cukup? Belum. Tidaklah mudah menanamkan semangat seperti pada 250 juta jiwa di negara ini. Diperlukan sinergisitas dalam berbagai aspek kehidupan. Politik, sosial, ekonomi, dan budaya memiliki peran yang sangat vital. Politik melalui bagaimana menciptakan kehidupan politik yang tidak sarat intrik, tetapi lebih mengedepankan pembelajaran yang progresif pada masyarakat. Sosial dengan lebih mengutamakan kebersamaan, nilai-nilai individual yang terkandung dalam sistem kapitalis tidak mengakomodasi adanya perhatian pada kepentingan umum. Ekonomi dengan pemerataan pertumbuhan ekonomi. Ekonomilah yang relatif menentukan stabil atau tidaknya masyarakat suatu negara. Terakhir, budaya yang didalamnya terhimpun nilai-nilai agama. Dengan kolaborasi berbagai aspek kehidupan yang mampu bersinergi, proses penanaman kepedulian pada negara guna memunculkan figur-figur negarawan akan lebih masif sehingga usaha menuju kehidupan yang lebih baik akan lebih mudah tercapai.

* Baktinusa UNS

Prophetic Leadership; Menggali Jejak Inspirasi Kepemimpinan Sang Nabi

 By : Erni Ratnawati*

Allah SWT menyatakan, ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulallah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”

(QS. Al-Ahdzab:21).

John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford, lantang mengatakan bahwa Muhammad SAW adalah seorang Nabi dan Rasul Allah yang telah membangkitkan salah satu peradaban besar di dunia. Michael Hart seorang penulis non muslim  dengan bukunya “The Most Influence People In The World” dengan sangat objektif menuliskan nama Muhammad SAW di urutan pertama tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah dunia. Demikian kutipan Michael Hart

“ Muhamad adalah satu satunya pemimpin dunia yang sukses sebagai personal, negarawan sekaligus pemimpin spiritual yang agung. Hal itu yang membuat pilihan pertama sangat layak jatuh kepadanya” ‘’Ia  satu-satunya orang yang berhasil meraih kesuksesan luar biasa, baik dalam hal agama maupun duniawi,’’ ujar Hart.  Muhammad SAW tak hanya dikenal sebagai pemimpin umat Islam, beliau juga dikenal sebagai seorang negarawan teragung, hakim teradil, pedagang terjujur, pemimpin militer terhebat dan pejuang kemanusiaan tergigih.

Rasulullah SAW terbukti telah mampu memimpin sebuah bangsa yang awalnya terbelakang dan terpecah belah, menjadi bangsa yang maju yang bahkan sanggup menggalahkan bangsa-bangsa lain di dunia pada masa itu. Afzalur Rahman dalam Ensiklopedi Muhammad Sebagai Negarawan, mengungkapkan, dalam tempo kurang lebih satu dekade, Muhammad SAW berhasil meraih berbagai prestasi yang tak mampu disamai pemimpin negara mana pun.

Nabi Muhammad adalah super leader. Beliau seorang pemimpin negara yang spektakuler yang bisa membangun sebuah tatanegara yang adil. Beliau juga seorang pemimpin agama yang mengagumkan. Rosulullah SAW bisa menggabungkan dua kepemimpinan dalam satu tubuh. Pemimpin agama dan pemimpin dunia. Teladan kepemimpinan sejati memang sesungguhnya terdapat pada diri Rasulullah SAW karena beliau adalah pemimpin yang holistic, accepted, dan proven. Holistic karena beliau adalah pemimpin yang mampu mengembangkan leadership dalam berbagai bidang termasuk di antaranya: self development, bisnis, dan entrepeneurship, kehidupan rumah tangga yang harmonis, tatanan masyarakat yang akur, sistem politik yang bermartabat, sistem pendidikan yang bermoral dan mencerahkan, sistem hukum yang berkeadilan, dan strategi pertahanan yang jitu serta memastikan keamanan dan perlindungan warga negara. Kepemimpinannya accepted karena diakui lebih dari 1,3 milyar manusia. Kepemimpinannya proven karena sudah terbukti sejak lebih 14 abad yang lalu hingga hari ini masih relevan diterapkan.
Muhammad SAW adalah manusia dengan seluruh sifat kemanusiaannya. Sebagai seorang pemimpin beliau berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah di hadapan hukum, memperoleh kemenangan dan kekuasaan, serta merasakan kekalahan dan kesedihan. Tubuhnya tidak terdiri dari besi tetapi daging dan tulang biasa. Kulitnya pernah robek, pelipisnya pernah terluka parah dan 2 giginya tanggal terkena pukulan di Perang Uhud.

Muhammad SAW adalah manusia yang luar biasa namun bukan tidak mungkin untuk diteladani dan diikuti jejak-jejak kesuksesannya yang multidimensi. Salah seorang guru leadership menyatakan bahwa kepemimpinan yang baik memberikan inspirasi. Itulah yang membedakan pemimpin dengan yang bukan.

Menyemai Nilai, Melahirkan Bibit Negarawan Brilian

Sekedar menilik sejarah perjuangan bangsa Indonesia, pemuda kita sejatinya selalu menempati peran yang sangat strategis dari setiap peristiwa penting yang terjadi. Bahkan dapat dikatakan bahwa pemuda menjadi tulang punggung dari keutuhan perjuangan melawan penjajahan Belanda dan Jepang ketika itu. Peran tersebut juga tetap disandang oleh pemuda Indonesia hingga kini; selain sebagai pengontrol independen terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan penguasa, pemuda Indonesia juga secara aktif melakukan kritik, hingga mengganti pemerintahan apabila pemerintahan tersebut tidak lagi berpihak ke masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada kasus jatuhnya Pemerintahan Soekarno oleh gerakan pemuda, yang tergabung dalam kesatuan-kesatuan aksi mahasiswa dan pemuda tahun 1966. Hal yang sama juga dilakukan oleh pemuda dalam menumbangkan pemerintahan Soeharto 32 tahun kemudian. Peran yang disandang pemuda Indonesia sebagai agen perubahan (Agent of Change) dan agen kontrol social (Agent of Social Control) hingga saat ini masih sangat efektif dalam memposisikan peran pemuda Indonesia

Dalam kehidupan bernegara harapan kepada para pemuda sangatlah besar. Karena mereka adalah para penerus yang akan melanjutkan jalannnya kehidupan generasi tua dalam bernegara. Memutar terus roda perjalanan bangsa ini dalam rangka me-reform Indonesia memerlukan kualitas prima dari gebrakan ide dan semangat. Sedangkan syarat seperti ini hanya muncul dari pemimpin yang energik. Pemimpin yang energik tidak akan pernah muncul tanpa adanya ruang kesempatan yang panjang dan luas yang diberikan kepada tokoh muda.

Mencoba mengkorelasikan dengan apa yang telah dilakukan nabi, berbagai misi kenegaraan dipercayakan Rasulallah kepada para sahabatnya  yang masih muda seperti misi ke Habasyah, Yaman, Persia dan Rumawi.  Muncullah sosok-sosok sahabat seperti Abu Dzar Al-Ghifari, Mu’adz bin Jabal, Salman al-Farisi dan Amr bin Ash. Dalam usia yang relatif muda, mereka sudah memimpin berbagai ekspedisi kenegaraan dan berbagai pertempuran penting.

Dalam konteks modernitas, Sosok Mahmoud Ahmadinejad sebagai presiden Iran, Hugo Cavez sebagai presiden Venezuela, Evo Morales sebagai Presiden Bolivia, Dmitry Anatolyevich Medvedev di Rusia dan Barack Obama di Amerik merepresentasikan apresiasi publik terhadap lahirnya para negarawan muda. DR. Yusuf Qordhowi pun menuliskan di bukuinya Min Fiqh Daulah Fi Al-Islam tentang tiga jalan (sarana) dalam beramar ma’ruf nahi munkar dalam pemerintahan. Yaitu lewat senjata, majlis perwakilan rakyat, dan demonstrasi. Jika ketiga tidak dapat membendung kemunkaran dalam suatu pememrintahan, maka hendaklah mendidik generasi muda agar dapat menlanjutkan estafeta amar ma’ruf nahi munkar. Sejatinya perubahan dan gebrakan akan tertemukan dalam ruang momentum dan kesempatan yang datang dalam usia yang masih muda. Masalah-masalah bangsa yang ada saat ini perlu penanganan cepat, cerdas dan enerjik. Dan ini hanya dimiliki orang-orang muda. Fajroel Rachman mengatakan, wacana untuk memberi kesempatan bagi tokoh muda dalam suksesi kepemimpinan Indonesia sangat realistis. Katanya, saat ini era generasi muda memimpin bangsa sudah menjadi keniscayaan. Dengan adanya pemimpinan muda di Indonesia diharapkan akan ada perubahan yang signifikan. Sebab bangsa ini, butuh orang muda yang memiliki pemikiran progresif.

Pramudya Ananta Toer mengatakan bahwa pemuda bukan hanya sekedar umur, tapi juga Gagasan, yakni Progresif, Radikal & Militansi yang kuat, sehingga ia mampu menjadi motor serta lokomotif dari perubahan yang akan diusung. Jiwa muda bukan diukur dari kokohnya otot-otot kulit sang perawan dan perjaka. Tapi, tolak ukur jiwa muda adalah seberapa besar semangat juangnya untuk menepis kelemahan dan kemalasan. Seberapa kuat komitmennya untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan karya itu. Semangat juang dan komitmen untuk terus berkarya itulah yang harus dipupuk oleh seorang yang mengaku pemuda Indonesia, sebagai bentuk persembahan terbaik untuk membangun bangsa dan negaranya. Harapan atas kepemimpinan kaum muda, tentu saja tak lepas dari angin perubahan yang ingin segera terwujud. Bangsa kita sudah lelah dengan sepak terjang para elit-elit politik yang kurang amanah.

Seorang pemuda mukmin dalam perspektif Al Qur’an digambarkan sebagai manusia yang dinamis, progresif dan produktif. Dia senantiasa memiliki daya juang dan daya dobrak dalam menebarkan nilai-nilai kebenaran yang telah diyakininya. Begitu juga memiliki prinsip istiqomah dalam amanah yang telah dipikulnya. Bekerja adalah budayanya, berkorban adalah nalurinya dan fitrahnya adalah keberanian. Selalu tegar dan tidak pernah gentar dalam menebarkan nilai kebenaran dan kebaikan. Beramal dan bergerak juga merupakan indikator kebaikan hidup bagi seorang pemuda islam. Karena semua yang bergerak dan beramal akan mendatangkan kemashlahatan dan kebaikan. Oleh karen itu tak naïf bila para pemimpin muda digadang gadang menjadi fondasi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia. Umat Islam Indonesia memang besar secara kuantitas tapi kenyataannya pemimpin muda di dunia Islam masih membutuhkan injeksi dalam mewujudkan fondasi kemajuan itu. Injeksi itu antara lain melalui pendidikan dan pola kepemimpinan. Untuk itu, sejenak menanggapi wacana kepemimpinan muda yang mengusung para negarawan muda berkiprah, selayakanya kaum pemuda yang ingin berhasil dalam menjayakan peran strategisnya dalam kepemimpinan nasional maka harus mencontoh dan belajar gerakan kepemimpinan Rasul berdasarkan leadership value dalam kepemimpinan kenabian (prophetic leadership). Rasulullah SAW adalah sebagai teladan (uswah hasanah) bagi kita semua. Oleh karena itu mengikuti sunnah Nabi berarti mencontoh akhlak mulia Nabi, yang dimanifestasikan dalam sifat-sifat Rasulullah SAW, Siddiq, Tablig, Amanah dan Fathonah. Sifat-sifat Rasulullah ini sangat relevan untuk diimplementasikan pada setiap jenjang pemimpin  di semua level dimana kita berada. Model kepemimpinan Rasulullah SAW yang mengutamakan nilai-nilai akhlak mulia (Akhlakul Karimah) pada setiap pergaulan dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa, dan bernegara.

Dalam value prophetic leadership yang lain, Rosululullah memberikan teladan kepemimpinan sebagai khodimul ummah atau pelayan umat. Dalam salah satu sabdanya, Rosululullah menyatakan bahwa pemimpin suatu kelompok adalah pelayan pada kelompok tersebut, sehingga sebagai seorang pemimpin hendaklah dapat, mampu dan mau melayani serta menolong orang lain dan maju dengan iklas. Integritas termasuk pula dalam tiang jejak kepemimpian kenabian. Kepemimpinan yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah kepemimpinan dimana seorang pemimpin tidak hanya berbicara, akan tetapi juga mampu memberikan teladan bagi yang di pimpinnya, keteladanan lebih bermakna dari pada banyaknya nasihat.

Negarawan muda selayaknya meneladani Rosul dalam memiliki visi besar dan cerdas dalam mendisseminasi visi tersebut. Dan visi besar tersebut mampu merubah cara pandang masyarakat. Karena sebagaimana kata Prof Jalaluddin Rahmat mustahil ada perubahan ke arah yang benar kalautidak ada visi besar. Rosululullah mengawal kejayaan misi tauhidnya 23 tahun dalam periode Mekkah dan Madina. Dalam mengemban misi ketauhidan tentu bukan hal yang mudah bagi seorang Muhammad. Berdamai dengan bangsa jahiliyah dengan ajaran tauhid yang dibawanya saat itu bak menapak diatas duri. Hingga pada akhirnya kemenangan di tangan kaum muslimin dengan detik kemenangan yang mendebarkan dan mengagumkan. Saksi sebuah kisah revolusioner kejayaan umat Islam dibawah bendera Muhammad dengan ajaran tauhidnya. Sebuah penaklukan yang sungguh belum ada yang menyamainya bahkan sampai sekarang. Fathul Makkah, kisah monumental ini membuat decak kagum yang luar biasa sepanjang zaman. Nilai tersebut mengajarkan Rosulullah dengan visi visi besarnya untuk menegakkan sebuah daulah islami, hingga kemudian berapa abad kemudian Islam menjadi sebuah kekuasaaan di lebih dari sepertiga dunia,

Prophetic leadership menginspirasi gaya kepemimpinan dengan gerakan yang  didedikasikan untuk mereka yang kurang beruntung. Seperti layakanya inspirasi dari kepemimpinan sang Nabi  yang dekat dengan rakyat kecil seperyi para sahabatnya Bilal, Salman, Syuaib, Zaid bin Haristah, Abdullah bin Mas’ud, dan Ammar bin Yasir. Al-Quran menyebut para pengikut Nabi tersebut dengan sebutan aradhil (orang rendahan, gembel, dan paria) dan mustadafin (orang-orang yang lemah dan dieksploitasi). Hal tersebut menunjukkan gerakan kepemimpinan nabi adalah gerakan populis, pro rakyat kecil, bukan kepemimpinan yang merugikan masyarakat kebanyakan atau justru mencekik rakyat yang sekarang lebih banyak kita saksikan.

Namun, tidak hanya  berhenti disana, kualifikasi yang hendaknya di milki bagi calon negarawan muda islam selain meneladani jejak kepemimpinan sang Nabi yaitu; pertama memiliki kedalaman ilmu tentang agama yang akan menjadi penuntun dan pedoman penyelesaian segala permasalahan bangsa, kedua memberikan keteladanan moral di tengah – tengah kehidupan di sekitarnya dengan harapan akan menularkan kebaikan disekitarnya,ketiga memahami betul kondisi bangsa ini secara mendetail kekuatan, kelemahan, potensi dan ancaman sehingga dapat memberikan formulasi yang tepat sesuai dengan kondisi ke – Indonesiaan,keempat mampu menjadi perekat dan menyatukan berbagai elemen – elemen yang memiliki potensi dalam menyelesaikan permasalah bangsa ini karena untuk di tengah keterpurukan ini butuh kerja sama yang baik dalam menyelesaikan persoalan – persoalan yang dihadapi, sudah saatnya para pemuda islam bangkit, berdiri dan berjalan untuk membenahi diri dalam rangka menjadi kekuatan penopang utama bangsa ini dalam mengurai dan menyelesaikan persoalan bangsa ini.sudah saatnya lahir pemimpin – pemimpin muda yang akan menaikan martabat bangsa Indonesia

Dan selain itu, untuk itu mempersiapkan seorang calon negarawan muda muslim tidak hanya perlu diperbaharui dalam ruang lingkup personal saja. Tetapi juga akhlak dalam berpolitik sebagai bibit penopang keberhasilan dalam mengembalikan kembali keemasan umat Islam dari Indonesia. Sehingga kehidupan pada masa depan benar-benar manjadi zaman yang telah kita harapkan dari dulu. Yaitu zaman yang berkemajuan dan kuat dalam beriman. Dengan pemimpin pemimpin para negarawan muda yang berkualitas dalam ilmu pengetahuan dan kepemimpinan dan berlandaskan akhlak mulia.

Wawwllaahu’alam bbisshowwab

* Baktinusa UNS

By baktinusaugm Dikirimkan di Opini

Melihat Habibie Lebih Dekat, Menyemai Jejak Menjadi Negarawan Sejati

Oleh:  Yuli Ardika Prihatama (cpx.one@gmail.com)*

Siapa yang tidak mengenal sosok B. J. Habibie? Seorang ahli aeronautika muslim yang namanya mendunia dan telah masuk dalam deretan ilmuwan fisika. Tidak hanya dikagumi rakyat Indonesia, tetapi juga masyarakat dunia. Seorang muslim yang kisah kehidupannya begitu memesona untuk disingkap dan dipelajari. Gaya bicaranya yang khas berikut sorot matanya yang tajam, serta senyumannya yang selalu mengembang pernah menghiasi layar televisi di Indonesia beberapa tahun silam.

Namun kini, sosok beliau bisa jadi telah dilupakan. Seolah-olah bangsa ini tidak pernah memiliki seseorang yang telah berjasa mengharumkan nama bangsanya melalui akselerasi pengembangan teknologi. Padahal, di balik perjuangan beliau tersingkap sederet pelajaran berharga yang seharusnya dapat ditiru oleh generasi di zaman ini. Ada cinta yang besar dalam sanubari beliau untuk membangun bangsanya. Ada segudang prestasi beliau yang telah mengguncang dunia dan mengharumkan Indonesia.

Dalam tulisan ini, penulis akan mencoba memaparkan secara singkat biografi beliau sebagai sebuah apresiasi yang besar atas jasa-jasa beliau untuk negeri ini. Sehingga kita menjadi lebih dekat dan mengenal beliau sebagai inspirator bagi generasi muda Indonesia. Agar kita dapat menjadi negarawan sejati seperti beliau dan para founding father negara ini yang telah mendahului kita.

Dalam bukunya yang berjudul “The True Life of Habibie, Cerita di Balik Kesuksesan”, Makmur Makka mengungkapkan secara ilmiah tentang kehidupan B. J. Habibie. Dia merupakan seorang anak desa yang terlahir dari keturunan darah Bugis dan Jawa. Dia merupakan anak yatim, karena ayahnya telah wafat ketika usianya masih anak-anak. Namun, di masa ini pula Habibie tumbuh menjadi seorang anak yang kuat dan teguh dalam memegang prinsip-prinsip agamanya. Penanaman nilai-nilai agama yang diberikan oleh kedua orang tuanya, khususnya sang Ibu dan kelak akan terlihat hasilnya ketika beliau menghadapi berbagai tantangan di masa tuanya.

Di usia sekolah, kepandaiannya tampak biasa-biasa saja sebagaimana teman-temannya. Prestasinya mulai tampak dan dirinya mulai bersinar ketika telah memasuki masa-masa SMA, yaitu ketika ia dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan fisika, seperti pelajaran Stereo Goneo secara lebih singkat jauh melampui kemampuan teman-temannya. Sehingga oleh Pak Gouw, gurunya di kala itu dia diberi nilai maksimal dan predikat prestasi yang baik.

Setelah tamat dari tingkat SMA, Habibie melanjutkan ke THS (sekarang ITB) sesuai dengan keinginannnya untuk mengembangkan bakatnya dalam bidang teknik, khususnya fisika. Baru beberapa bulan di sana, beliau akhirnya mendapat kesempatan untuk meneruskan kuliahnya di Technische Hochschule Aachen, Jerman. Meskipun tidak mendapat beasiswa penuh, beliau tidak pernah surut untuk mewujudkan cita-citanya yang besar yaitu ingin mempersembahkan sesuatu yang besar bagi bangsa dan negaranya.

Masa-masa kuliah di Jerman, adalah masa-masa yang pahit dan penuh perjuangan. Namun bagi beliau, semua itu justru menjadikan cambuk yang dahsyat baginya. Beasiswa yang tidak penuh membuat dirinya selalu berpikir matang dalam menjalani kuliah. Baginya, ketidaklulusan dalam suatu mata kuliah adalah beban berat yang akan ia lemparkan kepada ibunya yang telah rela menjual salah satu rumah demi studinya di Jerman tersebut. Maka tidak mengherankan jika kelak beliau kemudian lulus dengan predikat Cumlaude dengan angka rata-rata 9,5.

Di sela-sela kesibukannya dalam kuliah, Habibie tidak lantas meninggalkan aktivitas organisasi. Justru beliaulah salah satu aktivis yang paling giat dalam melakukan konsolidasi antar mahasiswa Indonesia yang belajar di Eropa ketika itu. Beliau adalah inisiator dalam membentuk kelompok-kelompok diskusi mahasiswa saat itu. Tujuannya adalah untuk menggali pemikiran mereka yang bermanfaat untuk kemajuan bangsa Indonesia jika kelak kembali. Hasilnya adalah dengan terselenggaranya seminar pembangunan nasional yang dihadiri oleh seluruh perwakilan mahasiswa Indonesia di penjuru Eropa.

Semangat beliau tidak berhenti meskipun kemudian dia tidak lagi menjadi mahasiswa. Sebagai patriotis sejati, dia mengoptimalkan aktivitasnya di luar negeri sembari mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu dipanggil kembali ke Indonesia. Dia melanjutkan studinya sampai doktor sambil terus bekerja di industri konstruksi pesawat di Jerman. Maka tidak mengherankan jika kegigihannya dalam mengembangkan teknologi telah menghadirkan kepercayaan MBB (perusahaan kontruksi pesawat terbang terbesar di Jerman kala itu) untuk mengangkatnya sebagai Wakil Presiden dan Direktur Teknologi MBB, sebuah jabatan yang  mungkin mustahil diberikan oleh bangsa Jerman kepada orang asing selain Habibie.

Di puncak kariernya ini, beliau berhasil membuat dunia tercengang dengan teori keretakan badan pesawat. Teori ini telah memberi manfaat kepada dunia dan memberi peran menyelamatkan manusia dalam transportasi. Buku-buku karya beliau tentang aeronautika dan selainnya pun telah menjadi buku rujukan di seluruh dunia dalam hal mekanika dan penerbangan. Semua itu telah membuka mata dunia bahwa orang Indonesia tidak tertinggal dalam teknologi.

Dan yang lebih penting, dunia mendapati bahwa beliau adalah seorang muslim yang taat. Beliau bukan sekadar ilmuwan sebagaimana para ilmuwan Eropa atau Amerika, tetapi seorang ilmuwan muslim yang terlahir di bumi Indonesia yang mengharumkan nama Islam. Berbagai pujian dan harapan beliau terima dari pemerintah negeri-negeri muslim di penjuru dunia. Betapa luar biasanya, Indonesia dan dunia muslim saat itu telah memiliki seorang ahli aeronautika dunia satu-satunya yang ahli dalam teori cracking­ propagation pesawat.

Hingga kemudian bangsa Indonesia memanggilnya untuk memegang tampuk pengembangan teknologi. Direlakannya jabatan besar dan segala kemewahan di MBB untuk mengabdi demi bangsanya. Jabatannya sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi telah mengantarkan Indonesia menjadi negara yang memiliki industri strategis termaju di tingkat ASEAN ketika itu. Hampir saja negeri ini memiliki pesawat N-250 Gatotkaca buatan sendiri yang siap untuk diekspor di seluruh dunia sebagai pesawat tercanggih yang khusus dimiliki oleh orang-orang penting di seluruh dunia. Namun takdir berkata lain, bahwa teknologi tersebut kandas di tengah jalan ketika reformasi berkecamuk padahal pesawat canggih tersebut tinggal menunggu sertifikat penerbangan internasional sebagai syarat terakhir uji kelayakan pesawat tersebut.

Habibie dikenal sebagai sosok alim yang taat beragama dan telah menjadi figur muslim yang patut dicontoh oleh umat Islam dalam hal semangatnya membangun peradaban. Beliau pernah dipercaya sebagai ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI). Beliau bahkan beberapa kali menjadi tamu istimewa bagi keluarga Kerajaan Saudi Arabia. Sikapnya yang penuh dengan keramahan dan kecerdasannya dalam berpikir telah menarik hati para pemimpin dunia untuk bersimpatik kepada Indonesia.

Jika beliau berbicara tentang teknologi maka sebenarnya beliau sedang mengajak rakyat Indonesia untuk terus belajar agar menjadi cerdas. Jika beliau berbicara tentang industri strategis maka sebenarnya beliau sedang mengajak semua elemen bangsa untuk mengentaskan kemiskinan secara sistematis dan membebaskan diri dari ketergantungan terhadap asing. Demikian ringkasan biografi singkat sekaligus ungkapan kekaguman Makmur Makka terhadap sosok beliau.

Dari paparan yang cukup singkat di atas kita dapat melihat betapa dahsyatnya beliau melejitkan diri dalam menggali potensi yang ada sehingga kita mengenal beliau sebagai manusia kompetitif dengan segudang prestasi mendunia. Sehingga diharapkan kita dapat memperoleh pelajaran sekaligus hikmah dari perjalanan salah seorang pahlawan bangsa yang kini mulai dilupakan. Serangkaian hikmah dapat kita petik dari kisah singkat perjalanan hidup beliau yang telah dipaparkan sebelumnya sebagai sebuah pelajaran praktis dalam melejitkan potensi diri kita untuk meraih prestasi gemilang.

Pertama, beliau adalah orang yang mampu mengenali potensi dirinya dan bersungguh-sungguh untuk mengembangkannya. Hal ini terlihat dari keseriusannya dalam mengembangkan diri sesuai dengan bakat yang ada pada dirinya. Beliau memiliki kelebihan dalam fisika dan beliau pun memaksimalkan pengembangan dirinya untuk menekuni bidang ini khususnya dalam bidang aeronautika sehingga melahirkan karya-karya besar yang mendunia dan bermanfaat bagi peradaban manusia. Jika kita bersungguh-sungguh mengenali kemampuan yang terpendam dalam diri kita kemudian mengasahnya secara terus menerus niscaya kita mampu menghasilkan sesuatu yang besar dan bermanfaat. Maka tak mengherankan jika Bang Anwar Fuady, penulis novel Negeri 5 Menara juga terinspirasi dengan kehidupan beliau. Meskipun tidak menjadi ahli mekanika seperti Habibie, Bang Anwar tetap membawa semangat tersebut yang dibingkai oleh sebuah akan kata nasihat man jadda wajada, siapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkannya.

Kedua, beliau adalah orang yang disiplin dan pandai memanfaatkan waktu. Target kuliah beliau ibarat besi yang tidak memiliki modulus elastisitas, sehingga beliau tidak berkompromi terhadap masa studi. Keterbatasan biaya karena tidak mendapat beasiswa seperti mahasiswa yang lain membuat beliau memiliki kedisiplinan yang tinggi dalam belajar dan menuntaskan studi sesuai dengan target yang diberikan. Beliau mampu mengolah kecerdasan intelektualnya secara maksimal. Namun beliau juga tidak menafikan kegiatan organisasi dalam skala regional yang bisa kita bayangkan betapa sulit pengelolaan waktunya. Semua beliau jalankan dan terbukti memberikan hasil yang luar biasa. Ini merupakan bukti dari seorang yang memiliki ciri harisun alal waqtihi. Dari sini, kita katakan bahwa orang yang sukses adalah orang yang benar-benar disiplin terhadap waktunya dan komitmen dalam memanfaatkannya.

Ketiga, beliau adalah orang yang sangat kompetitif. Menjadi Wakil Presiden dan Direktur MBB bukanlah hal yang mudah, bahkan bisa jadi mustahil untuk orang asing selain Habibie. Bagaimana tidak? Perusahaan yang merupakan kebanggaan masyarakat Jerman kala itu dapat memberi kesempatan kepada seorang warga negara asing seperti Habibie. Jika bukan karena kompetensinya yang luar biasa, tidak mungkin jabatan itu diberikan kepada beliau.

Jiwa kompetitif beliau ini diusung oleh dua karakter hebat yang selalu tertancap pada diri beliau yaitu semangat bekerja keras dan dedikasi yang tinggi. Dalam biografi yang ditulis Makmur Makka diungkapkan bahwa beliau adalah orang yang menghabiskan waktunya di laboratorium selama menjabat direktur teknologi MBB untuk melakukan penelitian dan rancang bangun kepesawatan. Sehingga tidak mengherankan jika teori keretakan pesawat mampu membawa dirinya tercatat dalam sejarah perkembangan fisika dunia.

Keempat, beliau adalah sosok yang rendah hati, sederhana dan berjiwa besar. Kerendahhatian beliau terlihat dari percakapan beliau dengan presiden Soeharto ketika itu,

Presiden, “Habibie, sudah saatnya kamu pulang ke Indonesia untuk membangaun negaramu!”

Habibie, “Iya Pak, tapi saya bisa berbuat apa. Saya hanya bisa membuat pesawat terbang”.

Presiden, “Jika membuat pesawat saja bisa, maka yang lain-lain pasti lebih bisa”

Ungkapan presiden Soeharto saat itu terbukti benar. Memang Habibie mampu berbuat banyak hal untuk menyelematkan bangsa Indonesia dari ketertinggalan teknologi dan mencetak generasi-generasi yang ahli di bidang teknologi.

Dalam hal kesederhanaan, terlihat jelas apa yang sebenarnya menjadi orientasi seorang pejuang seperti beliau. Meninggalkan MBB berarti meninggalkan kemewahan dunia dan siap berdikari di negeri sendiri dengan segala keterbatasannya. Dapat dibayangkan betapa kecintaannya kepada Indonesia, seorang wakil pimpinan perusahaan yang gajinya saat itu sudah hampir mencapai Rp 10.000.000,00 rela melepas jabatannya dan pulang ke tanah airnya untuk menjabat menjadi kepala BPPT yang gajinya hanya sekitar Rp 450.000,00. Namun itulah keikhlasan yang sejati, ketika setiap pencapaian yang dilakukan adalah untuk dipersembahkan kepada Alloh, dan kemudian untuk kesejahteraan umat manusia. Beliau rela hidup dengan gaji pejabat di Indonesia ketika itu asal dapat membangun negaranya dan dapat mempersembahkan yang terbaik untuk pengembangan teknologi Indonesia.

Bukti lainnya adalah ketika beliau mulai dilupakan oleh negaranya, beliau tidak lantas mencari perhatian dan berbagai masalah yang sebenarnya dapat beliau lakukan mengingat posisi beliau di mata dunia. Gelombang reformasi yang menggilas seluruh negeri telah menghempaskan rezim orde baru dan semua orang yang dianggap sefase dengannya, termasuk B. J. Habibie. Beliau kemudian mundur dari dunia pemerintahan, namun tetap memberikan manfaat bagi dunia khususnya dalam pengembangan teknologi serta tetap aktif memberi peran bagi bangsa Indonesia melalui Habibie Center-nya. Jabatan presiden yang pernah diamanahkan bukan untuk dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk merehabilitasi kehidupan bangsanya meskipun banyak tekanan dari berbagai penjuru.

Dan dari keempat point di atas, penulis menekankan pada point paling akhir yaitu bagiamana kita seharusnya membina diri untuk selalu berjiwa besar dan bervisi besar untuk berkontribusi. Seorang negarawan bukanlah orang yang sibuk berdebat saja di dalam memandang permasalahan, juga berkubu-kubu untuk membela siapa yang benar dan siapa yang salah dalam konteks rivalitas politik. Seorang negarawan adalah orang yang berpegang teguh pada prinsip untuk menjadi khoirunnas anfa’uhum linnas, senantiasa bervisi untuk mewujudkan kehidupan masyarakatnya ke arah yang lebih baik. Memberikan kontribusi yang besar kepada bangsa terus menerus adalah karakter sejati seorang negarawan.

Akhirnya kita mengerti bagaimana orang besar seperti B. J. Habibie memberikan kontribusinya untuk Indonesia. Seorang suami yang baik, ayah yang menginspirasi, negarawan sejati, cendikiawan muslim, dan seorang yang hidupnya sederhana yang telah mengguncang dunia karena karya dan kebaikannya. Beliau adalah salah satu sosok manusia prestatif yang mampu mengubah wajah Indonesia sehingga dapat bertransisi dari era agraris menuju era teknologi. Tentunya tidak selayaknya kita hanya menjadi pengagum dari karya-karya beliau, tetapi menjadi pembuat jejak-jejak baru dalam era yang baru ini pula agar kita bisa menjadi negarawan-negarawan yang baik di masa depan. Sehingga para pendiri bangsa ini, dan mereka-mereka yang terus berkomitmen menjadi negarawan sejati tersenyum saat melihat generasinya sekarang masih bergiat untuk menjadi penerus-penerus mereka. Jayalah Indonesia, jayalah negeriku tercinta. Mari kita belajar untuk merawat Indonesia.

 * BAktinusa UNS, Studi Ilmiah Mahasiswa – Universitas Sebelas Maret Surakarta

By baktinusaugm Dikirimkan di Opini

Bukan Politikus, Melainkan Negarawan

Oleh: Aviaddina Ramadhani*

Jika kita melihat tokoh-tokoh dan sosok pemimpin yang bertebaran di Indonesia saat ini, siapakah yang akan kita jumpai? Seorang politikus atau seorang negarawan? Hampir seluruh pemangku jabatan memiliki latar belakang partai politik. Maka, secara tak langsung mereka disebut sebagai politikus. Tetapi apakah kita pasti melihat sosok seorang negarawan dalam diri politikus tersebut? Jawabannya, belum tentu.

Indonesia memiliki begitu banyak partai politik. Masing-masing partai politik memiliki pula kader-kader politikus yang tak terhitung jumlahnya. Rasanya sangat wajar jika Indonesia memiliki begitu banyak politikus. Bahkan serasa tidak ada kesulitan untuk mencetak seorang politikus baru. Masukkan saja dalam partai politik, bentuk, maka jadilah.

Mereka semua adalah politikus, seseorang yang memiliki latar belakang politik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dituliskan bahwa politikus adalah ahli politik, ahli negara, atau orang yang berkecimpung di dunia politik. Seorang politikus jelas orang yang berkecimpung di dunia politik. Seseorang yang berkecimpung di dunia politik wajar jika disebut sebagai ahli politik. Tetapi, apakah benar jika seorang yang ahli politik dapat dikatakan sebagai ahli negara?

Masih dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa ahli negara disebut sebagai negarawan. Seorang negarawan adalah orang yang ahli dalam kenegaraan, ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan), atau pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan. Politikus yang setiap hari mengurus negara wajar jika ahli dalam kenegaraan. Politikus yang menduduki jabatan pemerintahan wajar disebut negarawan karena dianggap ahli dalam menjalankan pemerintahan. Tetapi, dalam definisi negarawan yang ketiga disebutkan bahwa seorang negarawan haruslah memiliki suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan. Syarat inilah yang menjadi kunci bahwa semua politikus belum tentu disebut negarawan.

Permasalahannya adalah dengan carut marutnya problematika yang sedang dihadapi Indonesia saat ini, siapakah yang dibutuhkan oleh Indonesia? Apakah Indonesia membutuhkan jutaan politikus atau mengharapkan ribuan negarawan? Dengan definisi politikus dan negarawan di atas, jelas kiranya jika Indonesia lebih membutuhkan seorang negarawan dibandingkan politikus semata.

 

Visi Memberi Solusi

Politikus hanyalah orang yang memiliki latar belakang politik tetapi belum tentu memiliki visi ke depan atau mau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan. Berhubung embel-embel yang tersemat adalah politikus, maka nuansa politiklah yang melekat pada dirinya. Mulai dari kampanye, pemilu, pelantikan, masa jabatan, dan kemudian lengser. Orientasi yang diusung bukan tak mungkin hanyalah jabatan semata. Maka wajar jika visi yang dikedepankan pun adalah untuk meraih atau mempertahankan jabatan tersebut. Dilihat dari sudut pandang ini, memang seorang politikus tetap memiliki sebuah visi. Tetapi jika visi sebatas jabatan saja dan tidak berpikir ke depan untuk negaranya, maka tak layak rasanya jika politikus tersebut meminta gelar negarawan tersemat dalam dirinya.

Lain halnya dengan negarawan. Sesuai kata dasarnya, negarawan memiliki orientasi terhadap negara. Dia tidak semata-mata memikirkan pemilu untuk meraih jabatan. Seseorang yang memiliki hasrat memikirkan negaranya tak akan terpengaruh dengan keadaan apakah dia memiliki jabatan atau tidak. Pemikiran-pemikirannya tak kan pernah berhenti meskipun terhalang kondisi sebuah kursi.

Atas nama cintanya terhadap bangsa, seorang negarawan akan selalu tanggap dengan isu-isu masalah yang sedang melanda negaranya. Ketanggapan itu muncul karena dorongan dari dalam dirinya yang memang selalu berpikir untuk negaranya. Aksinya bukan sekedar menunjukkan kepedulian akan masalah semata, melainkan lebih dari itu. Seorang negarawan selalu ingin negaranya menjadi lebih baik. Maka, setiap permasalahan yang mendera negaranya akan ia pikirkan dari kacamata solusi.

Negarawan bukanlah orang yang paham masalah negaranya saja. Indonesia tidak butuh orang yang fasih mengumbar masalah. Yang dibutuhkan adalah orang yang tahu permasalahan dan paham pula mengenai solusi mengentaskan permasalahan itu. Maka negarawan yang selalu beriorientasi pada negara bukanlah orang yang berpikir pada masalah bangsa saja, melainkan orang yang berpikir bagaimana menemukan solusi terhadap segala permasalahan yang sedang melanda.

Inilah yang membedakan seorang negarawan dengan politikus. Negarawan akan tetap berpikir negara, sedangkan politikus akan berpikir dalam kacamata politik. Apakah masalah itu akan menghancurkan citra partai politiknya atau tidak. Lagi-lagi, bukan sikap ini yang dibutuhkan oleh Indonesia.

 

Kewibawaan dan Kebijaksanaan

Definisi lain dari seorang negarawan adalah orang yang memiliki kewibawaan dan kebijaksanaan dalam mengelola masalah. Kewibawaan tersebut tercipta karena seorang negarawan memiliki sebuah karakter yang kuat. Makin kuat karakter seseorang, makin tercetak pula nuansa wibawa dalam dirinya.

Salah satu karakter yang wajib dimiliki olah seorang negarawan adalah integritas. Integritas adalah sebuah kejujuran. Dalam pengertian lain dikatakan bahwa integritas adalah suatu sifat yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan sebuah kewibawaan.

Dipandang dari segi individu, seorang negarawan pastilah memiliki integritas. Ia tak akan bersembunyi di balik kedok apapun. Justru dia akan menampilkan jati dirinya, salah satunya untuk menciptakan citra baik akan negaranya.

Dalam sudut pandang negara pun, seorang negarawan pastilah memiliki integritas bangsa. Tak mungkin seorang negarawan yang selalu berpikir solutif akan masalah bangsanya tidak memikirkan bagaimana agar bangsanya utuh dan selalu bersatu. Atas dasar inilah, seorang negarawan akan mempertimbangkan pula apakah kebijakannya merupakan sebuah kebijaksanaan.

Seorang negarawan akan berpikir ulang jika tindakannya tidak mencerminkan sikap yang bijaksana. Contohnya, jika aksinya jusrtu merugikan sebagian golongan yang justru akan menimbulkan perpecahan bangsa, tentu seorang negarawan akan berpikir ulang untuk menjalankannya. Hal ini karena seorang negarawan berharap keutuhan negaranya semata. Maka, wajar kiranya jika seorang negarawan haruslah memiliki integritas, baik integritas secara individu, maupun integritas bagsa.

 

Sosok Negarawan Sejati

Di antara arus besar munculnya politikus di Indonesia, atau bahkan di dunia, saat ini sedang dirindukan sosok negarawan sejati. Dilihat dari kriteria visi ke depan, kewibawaan, kebijaksanaan, dan integritas, segelintir orang mulai memenuhi satu demi satu kriteria tersebut. Tetapi jika kita membutuhkan model, tak akan ada model yang lebih agung selain Rasulullah Muhammad SAW.

Rasulullah SAW jelas merupakan seorang sosok yang memiliki integritas tinggi. Kejujuran sudah melekat pada dirinya sejak beliau belia. Terbukti dengan julukan Al-Amin yang diakui oleh para kabilah tanpa pandang dulu apakah ia nantinya beriman atau tidak. Dengan intergritas yang dimiliki ini pulalah, Rasulullah SAW dapat memiliki kebijaksanaan dalam memecahkan perseturuan di antara para suku tersebut. Berkat kebijaksanaan itulah, dengan sendirinya kewibawaan tercetak jelas dalam diri Rasulullah SAW.

Tidak sebatas pada karakter pribadi Rasulullah SAW, beliau juga memikirkan masalah yang kala itu melanda. Keadaan masyarakat yang jahililiyah menggelitik Rasulullah SAW untuk bekhalwat di gua Hiro’. Salah satunya untuk memikirkan masyarakatnya dan tentunya berharap menemukan solusi atas masalah tersebut. Sikap ini sebagai bukti bahwa Rasulullah SAW memiliki visi ke depan untuk mengentaskan masalah masyarakat.

Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa Rasulullah SAW adalah sosok negarawan sejati. Beliau mampu memimpin masyarakat yang semula terpecah belah menjadi sebuah kesatuan yang utuh dan menjadi negara yang kuat. Sekali lagi ini menjadi bukti bahwa seorang negarawan harus memiliki integritas bangsa.

Bukan menjadi hal asing lagi bahwa negara yang dibangun oleh Rasulullah SAW adalah negara terkuat dan bahkan bisa mengalahkan negara-negara lainnya. Bahkan Michael H Hart dalam bukunya The 100 menempatkan Rasulullah SAW sebagai orang pertama yang memiliki pengaruh besar terhadap dunia dan tidak ada pemimpin yang bisa mengalahkan dirinya.

Oleh karena itu ketika mencari model untuk sosok negarawan sejati, tidak ada pribadi yang lebih sempurna dibandingkan Rasulullah SAW. Maka, salah satu cara untuk menjadi seorang negarawan sejati adalah dengan meneladani sifat, sikap, dan karakter Rasulullah SAW.

 

Menggagas Negarawan Muda

Menjadi sebuah bahasan penting ketika kembali membayangkan kebutuhan Indonesia akan hadirnya sosok negarawan. Mereka yang menduduki kursi saat ini sudah terlanjur basah tercetak sebagai seorang politikus dan belum tentu sebagai negarawan. Maka, demi mencukupi kebutuhan negarawan itulah hal yang paling penting adalah menciptakan sosok-sosok negarawan untuk Indonesia. Persiapan ini tidak salah lagi layaknya ditujukan kepada para generasi muda, terlebih lagi kepada para mahasiswa. Hal ini dikarenakan mahasiswa digadang-gadang sebagai iron stock alias simpanan yang bermental kuat seperti besi. Berbicara dari sudut pandang politikus dan negarawan, tentu stok yang diingankan bukan`sekedar stok yang mampu menjadi politikus saja, melainkan stok yang memiliki semangat akan negaranya hingga pantas disebut sebagai seorang negarawan.

Untuk menjadi seorang negarawan, khususnya dengan berkiblat pada sosok Rasulullah SAW, maka yang pertama kali dipersiapkan adalah pembentukan karakter. Karakter menjadi perkara penting karena dengan karakter inilah akan menentukan bagaimana sikap seseorang. Hal ini menjadi menarik pula ketika dihadapkan pada diri seorang pemuda. Para pemuda sering dikatakan sedang mengalami proses pencarian jati diri. Maka, akan lebih baik kiranya jika proses pencarian jati diri ini diarahkan pada jalan yang benar. Salah satu jalan tersebut yaitu jalan untuk mencintai bangsanya dan menjadi sosok negarawan.

Jalan pertama jelas seorang pemuda harus memiliki intergitas terlebih dahulu. Pembentukan integritas ini tidak bisa diciptakan dalam sekejap mata. Maka benar kiranya jika pembentukan karakter ini dimulai sejak muda, bahkan bila perlu sejak dini. Mental-mental kejujuran harus terpatri dalam diri setiap pemuda. Semangat-semangat keutuhan bangsa harus mendarah daging pula dalam diri seorang pemuda. Inilah mengapa pembentukan karakter menjadi upaya penting pertama yang harus dilakukan.

Apabila karakter seorang pemuda tersebut telah kuat, dengan sendirinya dia akan memenuhi syarat negarawan selanjutnya yaitu memiliki kebijaksanaan dan kewibawaan. Kedua sikap ini muncul secara alamiah pada diri orang yang berkarakter. Wibawa memang bisa dicipta, bisa dibentuk, bahkan bisa dimanipulasi. Tetapi karena sejak semula orang tersebut telah memiliki kejujuran pada dirinya sendiri, maka wibawa yang tercipta dalam dirinya adalah wibawa murni yang akan kekal dan tak terpengaruh oleh kondisi.

Begitu kebijaksanaan dan kewibawaan tercipta sebagai manifestasi dari sebuah kejujuran, maka langkah selanjutnya adalah mengenali permasalahan bangsa dan berupaya menemukan solusinya. Hanya memiliki karakter kuat saja tidak cukup. Orang berkarakter tapi tidak memikirkan negaranya, sampai kapan pun tidak akan disebut sebagai negarawan. Maka, kepekaan terhadap kondisi bangsa menjadi syarat mutlak yang harus dibina pada generasi muda untuk menjadi seorang negarawan.

Kepekaan ini dapat dirangsang dengan berbagai metode. Mahasiswa sebagai manusia intelektual pastilah paham bagaimana cara mengenali masalah bangsa. Yang menjadi perkara adalah mampukah belajar untuk menemukan solusinya. Maka, selagi masih menjadi mahasiswa, upaya yang harus dilakukan tidak hanya mengkaji masalah saja, tetapi saling bersinergi pula untuk menemukan solusi jitu terhadap permasalahan bangsa.

Dengan karakter kuat dan pemikiran ke depan yang matang akan permasalahan bangsa pada diri generasi muda, bukan hal mustahil jika kelak tercipta milyaran sosok negarawan di Indonesia. Ketika sosok itu telah jadi, kebijaksanaan pulalah yang akan menuntun mereka untuk beraksi. Apakah mereka akan menjadi negarawan yang praktisi, atau negarawan yang politikus. Apapun itu, masalah bangsa insya Allah akan teratasi. Inilah yang sedang kita cari, bukan hanya seorang politikus tetapi seorang negarawan di semua lini.

* Baktinusa UNS

By baktinusaugm Dikirimkan di Opini

SUSUNAN ACARA TEMU NASIONAL BAKTI NUSA DOMPET DHUAFA 2012

Susunan Acara

Temu Bakti Nusa 2012

Belajar Merawat Indonesia, “Menggagas Negarawan Muda Indonesia”

Agenda

Waktu

Tempat

Jumat , 27 April 2012

Peserta chek in

13.00-18.00

Mess Tentara1&2

ISOMA

18.00-19.30

Ruang Aula

Orientasi acara & Perkenalan

19.30-20.30

Ruang Aula

Penampilan kesenian masing-masing perwakilan Baktinusa

20.30-22.00

Lapangan

Istirahat

22.00-……..

Sabtu, 28 April 2012

Qiyamullail

03.30-04.00

Masjid Auri

Sholat Subuh

04.00-04.20

Masjid Auri

Tausiyah Pagi, “Meneladani Karakter Kepemimpinan Rasulullah SAW”.

04.20-05.00

Masjid Auri

Olahraga

05.20-06.30

Lapangan

Bersih-bersih

06.30-07.00

Mess  1 & 2

Sarapan pagi

07.00-08.00

Ruang Aula

Character Building Training

09.00-11.30

Ruang Aula

ISOMA

11.30-13.00

Ruang Aula

Character Building Training

13.00-16.00

Ruang Aula

ISOMA

16.00-16.30

Masjid Auri

Materi ke-Dompet Dhuafa-an

16.30-18.00

Ruang Aula

ISOMA

18.00-19.30

Ruang Aula

Lebih Dekat dengan Divisi Pendidikan

19.30-21.00

Ruang Aula

Paradigma

Program Baktinusa

21.00-22.30

Ruang Aula

Istirahat

22.30- ……

Mess  1 & 2

Ahad, 29 April 2012

Jelajah alam  (Qiyamullail+ tafakkur alam pegunungan+outbond)

02.00- 08.00

Kaliurang

ISOMA

08.00-09.00

Mess 1 & 2

Acara Internal Baktinusa

09.00-12.00

Ruang Aula

ISOMA

12.00-13.00

Ruang Aula

Diskusi Kebangsaan Belajar Merawat Indonesia, “Menggagas Negarawan Muda Indonesia”

 

13.00-15.00

Ruang Aula

Check out

15.00——-

By baktinusaugm Dikirimkan di Berita

PENUGASAN TEMU NASIONAL BAKTI NUSA DOMPET DHUAFA 2012

Personal:

  1. Alat-alat pribadi (baju ganti, alat sholat, perlengkapan mandi dll).
  2. Jas almamater tiap kampus
  3. Jaket
  4. Ponco atau jas hujan
  5. Senter
  6. Al-qur’an
  7. Alat tulis
  8. Obat pribadi
  9. Essay minimal 7 halaman dengan tema “MENGGAGAS NEGARAWAN MUDA INDONESIA”
  10. Kado terbaik untuk saudara

Persiapan yang perlu dilakukan mulai tanggal 21 April:

  1. Membaca buku karakter building Eri Sudewo
  2. Membaca Qur’an Surah Muhammad dan mencermati artinya
  3. Sholat dhuha minimal 2 raka’at per hari
  4. Puasa sunnah minimal 1x
  5. Tilawah minimal ½ juz per hari.
  6. Qiyamul lail atau sholat tahajjud minimal 3x
21 22 23 24 25 26
Sholat dhuha
Puasa
Tilawah
Tahajjud
Baca buku

*tugas persiapan  ini akan diberlakukan untuk semua, termasuk fasilitator

Penugasan per kampus

  1. Membuat profil penerima masing-masing kampus berupa video maksimal 5 menit.
  2. Menyiapkan performance dengan durasi 10-15 menit

*Kepada fasilitator tiap kampus diharapkan bantuannya untuk:

  1. Memantau mutaba’ah harian tiap penerima.
  2. Mengecek riwayat penyakit yang dimiliki penerima

Info lebih lanjut bisa hubungi Yogi Achmad Fajar (085223305087)

By baktinusaugm Dikirimkan di Berita

Laras, Calon Ketua KPK Masa Depan

Selasa (21/2) lalu adalah hari yang sangat membahagiakan untuk Laras Susanti, salah satu  mahasiswa penerima Beasiswa Aktifis Nusantara (Bakti Nusa) Dompet Dhuafa asal Universitas Gajah Mada. Setelah menempuh pendidikan selama empat tahu, Laras akhirnya resmi menyandang gelar Sarjana Hukum (SH) dengan nilai sempurna, 4,0 (cumlaude).

Sebenarnya, tidak mudah bagi perempuan berusia 23 tahun ini untuk bisa duduk di bangku kuliah. Laras menceritakan, saat berniat melanjutkan kuliah, setamatnya SMU, kedua orang tuanya malah memaksa dirinya untuk bekerja dan mencari uang. Namun, lantaran keinginan yang kuat, wanita murah senyum ini keukeuh untuk tetap melanjutkan kuliah. Kendati dalam keterbatasan ekonomi, salah satu penulis buku “Belajar Merawat Indonesia”, yang diluncurkan Dompet Dhuafa pekan lalu ini tetap semangat demi mencapai cita-citanya.

“Potensi yang diberikan Allah kepada kita sangat besar, maka menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh adalah upaya untuk mensyukuri nikmat Allah tersebut.  Beragam halangan dan  rintangan menghampiri, jangan pernah menyerah,” ucapnya bijak.

Saat di kampus, Laras aktif di sejumlah organisasi antikorupsi, seperti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas gajah Mada (Pukat UGM) dan DEMA Justicia FH UGM. Dia pun bercita-cita untuk melanjutkan S2 dan menggalang anak muda seusianya untuk kampanye anti korupsi. Jangka panjangnya, Laras ingin menjadi wanita pertama yang menjabat ketua KPK di negeri ini.

“Saya berniat untuk menjadi dosen sambil kuliah S2, tujuannya agar dapat berkontribusi dalam proses pengkaderan generasi antikorupsi. Nantinya, bukan tidak mungkin 20 tahun lagi saya ingin ikut seleksi menjadi pimpinan KPK,” imbuh wanita kelahiran tegal, 27 Juli ini.

Laras bangga bisa terpilih menjadi penerima Baktinusa. Menurutnya, beasiswa tersebut sangat membantu mahasiswa yang cerdas tetapi hidup dalam berkecukupan. Langkah Dompet Dhuafa dinilai telah tepat dalam program pendidikan ini.

“ Beasiswa aktivis merupakan sebuah gerakan untuk mengapresiasi mahasiswa yang aktif dalam kegiatan yang memiliki pemihakan kepada masyarakat marjinal. Beragam kegiatan diberikan untuk meningkatkan kapasitas penerimanya. Selain kapasitas personal, beasiswa ini diharapkan menjadi konsolidasi bersama untuk merawat Indonesia,” pungkasnya.

Selamat Laras! Semoga cita-citamu membersihkan Indonesia dari korupsi bias terwujud. Amin.

http://www.dompetdhuafa.org/2012/02/22/laras-susanti-kaum-muda-antikorupsi/

By baktinusaugm Dikirimkan di Berita