Membiasakan Diri Profesional

by: Pipit Suprihatin, penerima manfaat beasiswa aktivis 3

Hasil itu tidak terlalu penting, yang terpenting yaitu proses menuju keberhasilan. Slogan itu sudah sering terdengar di telinga, yang mengisyaratkan bahwa proses itu lebih berharga. Karena dalam proses itulah terangkum adanya ikhtiyar (usaha) dan yang terpenting yakni proses pembelajarannya.

Menjalani usaha atau proses pun tidak bisa begitu saja, asal terlaksana, namun butuh yang namanya professional. Dalam KBBI –Kamus Besar Bahasa Indonesia-, professional berarti memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. Dalam pengertian lain bisa berarti ahli dalam bidangnya. Karena sejatinya setiap manusia yang terlahir selalu diberikan potensi yang lebih dari yang lain. Potensi itulah yang sebaiknya dikembangkan sehingga nantinya bisa expert dalam bidangnya tersebut. Baca lebih lanjut

Profesionalisme Secepat Kilat

Tidak ada masa singkat yang bisa ditempuh oleh seseorang untuk menjadi seorang Profesional.

Ibu Nug, menceritakan kisah ini kepada saya–lebih tepatnya kami. Saat penyeleksian guru untuk ditempatkan di SMK Alat Berat, terpilihlah sekitar 8 orang yang dirasa layak untuk mendapat amanah ini, dari total kuota 9 orang. Kenapa begitu sulit? Kenapa begitu sedikit? Jawabannya adalah karena mahasiswa saat ini–yang diseleksi tersebut–begitu menjunjung profesionalitas sehingga tak mau kalau ke’profesional’an mereka hanya dihargari tiga setengah juta rupiah.

Saya rasa itu cerita yang tak lagi baru, mengingat kisah-kisah seperti itu mungkin akan sering ditemui di berbagai tempat. Mahasiswa baru lulus, sudah merasa diri mereka profesional dan kurang jika hanya mendapat gaji sekitar 3-4 juta per bulan. Baca lebih lanjut

Kisah Pak Nang Seno : Profesionalisme adalah Karakter

Sepenggal kisah Dedikasi seorang guru besar

Ada sepenggal kisah dari seorang guru besar Mipa UGM, alm. Prof. Nang Seno[1]. Ketika pak Seno mengajar fisika, ia selalu datang sebelum jadwal yang ditentukan kemudian ia menuliskan materi kuliahnya terlebih dahulu sebelum mahasiswa hadir. Ketika ditanya “kenapa anda datang terlebih dahulu, prof?”, Beliau menjawab, “saya tidak mau waktu saya mengajar hilang gara-gara saya harus menulis materi di papan tulis”.[2] Suatu hari sebelum memulai sebuah pelajaran, Pak seno membagikan pada semua mahasiswanya tiga bungkus permen. Pak Seno, kemudian memulai mengajar dengan mempersilakan mahasiswanya makan permen selama pelajaranya berlangsung. Setelah pelajaran hampir usai dia bercerita tentang bagaimana sikap seorang ilmuwan “Seorang ilmuwan adalah orang yang paling paham menempatkan apapun pada yang seharusnya. Seorang ilmuwan yang berbekal jiwa analitik yang kritis akan selalu paham mana yang salah dan mana yang benar, dan ia akan selalu berusaha melihat kebenaran dengan ilmunya”, Setelah berujar demikian pak seno menanyakan pada mahasiswanya “Adakah diantara kalian yang ingin menjadi ilmuwan?”. Selanjutnya ia bekata “Coba periksa, dimana kalian membuang bungkus permen, apakah di laci, di kolong bangku, atau kalian masih bawa untuk nanti kalian buang di tempat sampah?” Inilah sikap intelektual kalian, seorang intelektual akan memulai dari hal kecil dan detail dalam kehidupan sehari-harinya, ia akan mencoba menempatkan dan melihat kebenaran dengan ilmunya dan kritis terhadap kesalahan. Ilmu tidak didedikasikan untuk sekedar memenuhi pekerjaan melainkan menjadi sikap hidup dari dalam diri kita”[3] Baca lebih lanjut

Mengguga(H) Partai Dakwah! (Bagian Kedua)

Ketika Zona Nyaman menjadi Ancaman!

Pada dasarnya tragedi yang menimpa LHI tidaklah terlalu signifikan menghancurkan sistem penjagaan kaderisasi partai. Kader masih terlihat cukup solid meski pun tengah ditimpa permasalahan yang sangat berarti. Dalam hal ini, harus diakui memang PKS cukup diuntungkan dengan sistem jama’ah yang mengedepankan kepercayaan kepada pemimpin jama’ah –yang sekaligus pemimpin partai- dalam menentukan berbagai macam kebijakan bagi setiap kader meski pun diantara mereka tidak tahu maksud dan tujuan yang melandasi kebijakan tersebut. Sikap inilah yang selama ini terus dipertahankan hingga ia telah mengakar kuat dalam aktivitas jama’ah. Baca lebih lanjut

By baktinusaugm Dikirimkan di Opini

Menggugah(H) Partai Dakwah! (Bagian Pertama)

“Karena cinta-lah, kita bukan hanya membersamaimu dalam suka maupun duka kawan.. Tapi juga dengan saling menasehati dan saling mengajarkan arti sebuah kesabaran.. Dengan do’a-lah, perjalanan hidup kita pun semakin indah..” (Fachri Aidulsyah)

Terjebak di jalan Demokrasi

Tidak kita pungkiri, jika hari-hari ini Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kian mengalami problema politik yang sangat dilematis. Sejak ditetapkannya Luthfi Hasan Ishaaq menjadi tersangka kasus suap peningkatan kuota sapi impor oleh KPK telah menyebabkan penurunan tersendiri bagi elektoral partai. Thesis tentang paradigma partai politik dakwah pun mulai dipertanyakan, apakah benar partai politik dakwah bisa menjadi solusi dalam memperbaiki umat didalam sistem demokrasi seperti saat ini? Baca lebih lanjut

By baktinusaugm Dikirimkan di Opini Dengan kaitkata

Living with Burden, No, Trust

“When we are trustworthy people can rely on us. We can be counted on to do what we say we will do. If we make commitments, we follow through on them.

Being trustworthy also means that our outer words are aligned with our intentions. We seek to maintain a level of transparencythat lets other people feel clear about who we are and what they can expect from us. We treat the trust of others as a sacred gift, knowing that in trusting us they make themselves vulnerable and that we have the power to harm them. Baca lebih lanjut

Udah Amanah, Belum?

5 Juni 2013

Bismillahirrahmanirrahiiim

Tulisan ini dibuat, ketika perjalanan darat dari Sumatera Barat ke Jakarta, bersama rekan-rekan panitia FIM (Forum Indonesia Muda) selepas dari kegiatan pelatihan FIM 14B di Bukittinggi.

Barusan saya abis tidur, dan ngebuka inbox di handphone yang belum sempat ‘benar-benar terbaca’ dalam beberapa hari belakangan ini. Ada 1 sms dari salah satu teman yang membuat saya agak tersentak, kurang lebih isinya seperti ini : ‘teman-teman, jangan lupa kita belum nyetor tulisan hasil training value BA (read : Beasiswa Aktivis) kita ttg trust-worthy yaaaa, udah deadline nih, ditungguu’.

Dweeeng, yak! Walaupun sms ini kelihatannya udah di ‘read’ dalam hp saya, tapi memang dikarenakan kegiatan yang padat banget belakangan ini membuat saya kadang-kadang suka enggak aware membaca isi pesan tersebut, kemarin nge ‘read’ nya cuma formalitas biar hp ngga kedip-kedip lagi. Baca lebih lanjut

Ketika Separuh-Mitos pun Ber-Trustworthy

Alkisah seorang Bhisma, telah berjanji menjadi brahmacari, yaitu seseorang yang tak akan menikah seumur hidupnya. Ketika mengucapkan janji tersebut, Bhisma merengkuhnya dalam-dalam dan bersumpah tak akan mengingkarinya. Benar, ia memang benar-benar memegang teguh janjinya, meskipun Dewi Amba yang mencintainya datang kepadanya. Bhisma memang punya tanggung jawab untuk menikahi Dewi Amba, namun ia memilih untuk setia menjadi brahmacari. Karena ia sadar, sumpah brahmacari jika ia langgar, akan berakibat buruk pada negara dan keturunannya. Ia memegang teguh janji yang ia sematkan pada dirinya, melampaui jarak-jarak waktu yang ia putuskan untuk ia lewati, hingga titisan Dewi Amba yaitu Srikandi, melepaskan anak panah yang berarti menyelesaikan janjinya. Baca lebih lanjut

REVITALISASI: MENYIAPKAN PEMIMPIN MUDA PERUBAHAN INDONESIA

Oleh: Anggel Dwi Satria

 Bangkit itu, Tidak ada…

Tidak ada kata menyerah, Tidak ada kata putus asa.

Bangkit itu aku. Aku untuk Indonesia-ku”—Dedy Mizwar

 

Prolog yang sederhana: Menyoal dan Mengenal Indonesia

Sebenarnya dengan legitimasi rakyat yang dimilikinya, kata pakar ekonomi Rizal Ramli dalam sebuah diskusi di taman Ismail Marzuki, bangsa ini mestinya lebih percaya diri menghadapi tekanan dunia luar- termasuk IMF, Bank Dunia, dan WTO. Masih banyak opsi yang tersedia untuk menyelesaikan keterpurukan bangsa ini. Menurut Menko Perekonomian pada masa kabinet Persatuan Abdurahman Wahid-Megawati itu, Indonesia bisa mencoba mengikuti jejak Pakistan, Nigeria, atau Argentina, yang cerdas dan piawai melepas cengkraman penghisap darah IMF cs dari negaranya. Tanpa terobosan seperti itu, solusinya menjadi parsial dan memakan waktu. Baca lebih lanjut

By baktinusaugm Dikirimkan di Opini